Halaman

Jumat, 29 Mei 2015

Simulasi Sistem Antrian

Judul                             : Analisis Sistem Antrian Dan Optimalisasi Layanan Teller pada Bank XYZ
Tujuan                         :
a.    Meneliti panjang antrian dan waktu tunggu antrian dan jumlah teller
b.    Menganalisis waktu yang optimal untuk melayani para nasabah agar tidak terlalu lama menunggu
c.    Menentukan jumlah teller yang optimal pada saat jam sibuk pelayanan
Manfaat                        : untuk memperbaiki sistem pada bagian teller baik itu yang melakukan transaksi seperti untuk transfer, tarik tunai, pembayaran cicilan, pengambilan dana pension dan menerima penyimpanan.
Variabel terikat           : Antrian
Variabel bebas : waktu tunggu, jumlah teller yang optimal dan layanan.
Data yang diamati
a.       Jumlah kedatangan nasabah pada teller interval waktu 30 menit.
b.      Data waktu layanan teller perorang.
Entitas
1.       Nasabah
2.       Teller
Atribut
1.       Nasabah
a.       Nama
b.       No rekening
c.        Alamat
d.       Jenis kelamin
2.       Teller
a.       Nama
b.       No pegawai
c.        Alamat
Aktivitas
1.       Setor uang
2.       Ambil uang
3.       Deposito
4.       Transfer
5.       Pembuatan rekening
6.       Penutupan rekening
7.       Pengurusan ATM hilang
8.       Pembayaran cicilan
9.       Pengambilan dana pension
Status
1.       Setor uang
a.       Menunggu antrian
b.       Selesai setor uang
Dsbnya.
Kejadian

1.       Setor uang 

Kode Etik Profesi Kebidanan

Terdapat beberapa kasus yang menyangkut tentang profesi kebidanan. Kebidanan merupakan salah satu profesi tertua didunia yang mana mereka terpilih dan terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu yang melahirkan. Profesi bidan ini menuntut agar dapat berpendidikan formal, memiliki sistem pelayanan, kode etik dan etika dalam melaksanakan atau mengerjakan pekerjaan yang mampu dijadikan tanggung jawab secara professional.


Kasus 1 : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Kasus ini terjadi di wilayah Kediri pada tahun 2008, tepatnya terjadi di Dusun Gegeran, Desa/ Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur. Kasus ini diakibatkan oleh “N” yang berusahan mengugurkan janin di bidan puskesmas secara illegal. “N” mengalami hamil diluar nikah hasil hubungan dengan “S”. mereka saling kenal karena “N” masih kerabat bibinya “S” yang diponorogo dan istri “S” sedang bekerja menjadi TKW di Hongkong. Hubungan mereka berlanjut menjadi perselingkuhan hingga “N” mengalami hamil 3 bulan.
Karena panik maka ”S” mengajak “N” untuk mengugurkannya dan “N” pun setuju dengan cara berpikir “S”. mereka berdua pun mendatangi kediaman “E” selaku bidan dipuskesmas maka terjadilah kegiatan negosiasi. Awalnya negosiasi mereka sangat sulit dikendalikan sebab bidan “E” beralasan keamanan. Pada akhirnya bidan “E” menyanggupi permintaan mereka berdua namun dengan imbalan sebesar Rp 2.100.000,-. Keduanya menyutujui maka imbalannya pun turun menjadi Rp 2.000.000 dan bidan”E” pun menyetujui tawaran tersebut.
Metode yang digunakan cukuo sederhana dimana pertama bidan menyuntikan obat penahan rasa nyeri Oxy****n Dur****l 1,5cc yang dicampur dengan Cyna** Bal***n sejenis vitamin B12. Menurut bidan tersebut nantinya pasien yang disuntik akan mengalami kontraksi dan mampu mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
Namun setelah disuntik efek kontraksinya akan muncul setelah 6 jam disuntikan obat tersebut. Tetapi hanya berselang 2 jam kemudian “N” mengalami kontraksi yang hebat. Bahkan ketika “N” diboncengi “S” dengan sepedah motor, “N” terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit ditambah organ intimnya terus mengalami pendarahan yang begitu hebat.
Warga sekitar yang melihatnya langsung melarikan “N” ke puskesmas namun karena kondisinya kritis maka dirujuk ke RSUD. Dan kedatangannya pun sudah terlambat sehinggan petugas medis pun tak mampu menyelamatkan”N” sehingga “N” dinyatakan meninggal akibat aborsi tersebut.
Petugas yang mengetahui kejadian tersebut langsung mengintrogasi “S” dan membekuk bidan “E” dirumahnya tanpa perlawanan. Ayah “N” yang mengetahui selama ini anaknya tidak punya suami atau pacar pun kaget mengetahui bahwa anaknya meninggal akibat aborsi.
Nah akibat dari perbuatan bidan “E” maka bidan itu diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan, ditambah dengan UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Setelah kalian lihat kasus 1 maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh bidan yang melanggar sumpahnya akan diganjar sesuai perlakuannya semasa hidupnya. Oleh sebab itu mari semua calon bidan dan para bidan untuk dapat bekerja sesuai profesi dan pegang teguh janji profesinya semasa hidupmu karena ganjaran dari pelanggaran janji itulah yang akan merusak masa depanmu dan keluargamu.

Kasus kedua   : Bidan Pustu Diduga Lakukan Malpraktek

Terletak di Palembang tepatnya di kelurahan 5 Ulu, kecamatan Seberang Ulu 1 telah terjadi malpraktik sehingga mengakibatkan seorang bayi meninggal dunia setelah diobati oleh bidan puskesmas pembantu “P”.
Awal ceritanya, bayi tersebut mengalami penyakit panas kemudian bidan memberikan obat yaitu pil CTM dan obat batuk warna merah. Sekitar setengah jam usai diberikan obat oleh bidan “P” justru bukannya membaik namun bayi tersebut mengalami kejang-kejang dan tubuhnya membiru. Kemudian puskesmas merujuk bayi ke RSUD Bari kota Palembang namun tidak lama kemudian ia meninggal dunia.

Menurut pemaparan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang bahwa obat yang diberiakn oleh bidan “P” telah sesuai standar. Untuk saat ini belum diketahui tindakan lanjut untuk penuntutan ke pihak bidan tersebut karena kedua orang tua masih menunggu berkas penyelidikan kepolisian. 

SANKSI SANKSI PELANGGARAN ETIKA PROFESI BIDAN
Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna, yang pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan yang ke-dua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak pribadi (individual rights), hak-hak politik (political rights), maupun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan adanya suatu tujuan nasional yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Indonesia termasuk dalam kategori negara berkembang dengan pendapatan perkapita yang masih rendah, sehingga kebanyakan penduduknya hidup secara sederhana.
Kecenderungan universal di negara berkembang bahwa pada kondisi awal pertumbuhan negara tersebut, dimensi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik menduduki posisi sentral dalam pembangunan nasional. Namun pada tahap pembangunan selanjutnya, dimensi-dimensi pembangunan lain akan merupakan bagian integral dari realitas pembangunan yang bersifat multidimensional.
Dalam era pembangunan dewasa ini, peran masyarakat di bidang kesehatan sangat penting dalam menunjang pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut perlu disadari bahwa pembangunan nasional- membutuhkan tenaga masyarakat yang sehat dan kuat. Selain faktor tersebut, dalam rangka mneningkatkan derajat kesehatan yang optimal, maka diperlukan tenaga kesehatan yang professional.
Secara konvensional, pembangunan sumber daya manusia diartikan sebagai investasi human capital yang harus dilakukan sejalan dengan investasi physical capital. Cakupan pembangunan sumber daya manusia ini meliputi pendidikan dan pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas dan pengembangan enterpreneurial, yang kesemuanya bermuara pada peningkatan produktivitas manusia. Karenanya, indikator kinerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator-indikator pendidikan, kesehatan, gizi dan sebagainya.
Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan instansi-instansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan, antara lain dengan membentuk Departemen Kesehatan (Depkes) dalam bidang kesehatan. Selain membentuk Depkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesi. Hal ini dilakukan mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga bisa mempertegas peranan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan yang lebih baik. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tindakan, kewenangan, sanksi, maupun pertanggungjawaban tarhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai subyek peraturan tersebut.
Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 50 UU Kesehatan adalah bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
1. tenaga medis;
2. tenaga keperawatan dan bidan;
3. tenaga kefarmasian;
4. tenaga kesehatan masyarakat;
5. tenaga gizi;
6. tenaga keterapian fisik; dan
7. tenaga keteknisian medis.
Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu tenaga kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibarnya. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukan kemampuan professional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga medis yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan, baik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagi ibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah ada pembatasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana kode etik tersebut merupakan suatu pernyataan kemprehensif dan profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap teman sejawat, profesi dan diri sendiri, sebagai kontrol kualitas dalam praktek kebidanan.
Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang dibuat oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang mempunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan mempunyai kode etik kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada pelanggaran yang berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan izin atau penundaan gaji.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik dari institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan oleh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Sedangkan implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian inplementasi kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah diberlakukannya kebijakan negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat/dampak nyata pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus melalui tindakan-tindakan implementasi sehingga secara simultan mengubah sumber-sumber dan tujuan-tujuan yang pada akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktek kebidanan secara etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilai-nilai keyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalam memberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih.
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan berpedoman pada KEPMENKES Nomor 900/ MENKES/ S/ VII/ 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan. Tugas dan wewenang bidan terurai dalam Bab V Pasal 14 sampai dengan Pasal 20, yang garis besarnya adalah : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat.. Sebagai pedoman dan tata cara dalam pelaksanaan progesi, sesuai dengan wewenang peraturan kebijaksanaan yang ada, maka bidan harus senantiasa berpegang pada kode etik bidan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Hal yang dilematis terjadi ketika kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meningkat, terutama pelayanan bidan, tidak dibarengi oleh keahlian dan keterampilan bidan untuk membentuk suatu mekanisme kerja pelayanan yang baik. Masih sering dijumpai pelayanan bidan dengan seadanya, lamban dengan disertai adanya pemungutan biaya yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian hukum mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Kode Etik Bagi Bidan Dalam Menjalankan Profesinya.

Rabu, 06 Mei 2015

Pelanggaran HAM



PENGERTIAN HAM MENURUT PARA AHLI

John Locke


" Hak Asasi Manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak)."


Prof. Koentjoro Poerbopranoto (1976)
 "Hak asasi manusia adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga bersifat suci."

 G.J. Wolhots 
 "Hak-hak asasi manusia adalah sejulah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, bersifat kemanusiaan."

 Jan Materson
"Anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidaka dapat hidup sebagai manusia."

 Prof. Darji Darmodiharjo, S. H.
"Mengatakan : hak – hak asasi manusia adalah dasar atau hak – hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah tuhan yang maha esa. Hak – hak asasi itu menjadi dasr dari hak dan kewajiban – kewajiban yang lain."
 
Muladi (1996)
"Mengemukakan pengertian HAM secara universal,yang dirumuskan sebagai those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being.Rumusan tersebut garus besarnya adalah segala hak-hak dasar yang melekat dalam kehidupan manusia."

Jack Donnely 
"Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia."
 
Miriam Budiardjo
"Berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal. "

Karel Vasak
"Mengklasifikasikan hak asasi manuasi dari tiga generasi yang diambil revolusi prancis. Alasan Karel Vasak menggunakan pengistilahan “generasi” adalah karena generasi yang dimaksud adalah dengan merujuk pada inti atau substansi dan ruang lingkup hak yang menjadi prioritas utama pada kurun waktu tertentu."

Peter R. Baehr
“Menjelaskan hak asasi manusia sebagai hak dasar yang dipandang mutlak perlu untuk perkembangan individu.”

UU No. 39 Tahun 1999
“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.”

JENIS PELANGGARAN HAM
Pelanggaran HAM dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a. Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
     1.     Pembunuhan masal (genosida)
             Genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, dan agama dengan cara melakukan tindakan kekerasan (UUD No.26/2000 Tentang Pengadilan HAM)
   2.     Kejahatan Kemanusiaan
           Kejahatan kemanusiaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan berupa serangan yang ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil seperti pengusiran penduduk secara paksa, pembunuhan,penyiksaan, perbudakkan dll.

b. Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1.      Pemukulan
2.      Penganiayaan
3.      Pencemaran nama baik
4.      Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5.      Menghilangkan nyawa orang lain

 CONTOH KASUS

 1. Kasus Pembunuhan Munir

    Munir Said Thalib bukan sembarang orang, dia adalah aktifis HAM yang pernah menangani kasus-kasus pelanggaran HAM. Munir lahir di Malang, tanggal 8 Desember 1965. Munir pernah menangani kasus pelanggaran HAM di Indonesia seperti kasus pembunuhan Marsinah, kasus Timor-Timur dan masih banyak lagi. Munir meninggal pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia ketika ia sedang melakukan perjalanan menuju Amsterdam, Belanda. Spekulasi mulai bermunculan, banyak berita yang mengabarkan bahwa Munir meninggal di pesawat karena dibunuh, serangan jantung bahkan diracuni. Namun, sebagian orang percaya bahwa Munir meninggal karena diracuni dengan Arsenikum di makanan atau minumannya saat di dalam pesawat. Kasus ini sampai sekarang masih belum ada titik jelas, bahkan kasus ini telah diajukan ke Amnesty Internasional dan tengah diproses. Pada tahun 2005, Pollycarpus Budihari Priyanto selaku Pilot Garuda Indonesia dijatuhi hukuman 14 tahun penjara karena terbukti bahwa ia merupakan tersangka dari kasus pembunuhan Munir, karena dengan sengaja ia menaruh Arsenik di makanan Munir dan meninggal di pesawat.
 
2. Pembunuhan Aktivis Buruh Wanita, Marsinah
   Marsinah merupakan salah satu buruh yang bekerja di PT. Catur Putra Surya (CPS) yang terletak di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Masalah muncul ketika Marsinah bersama dengan teman-teman sesama buruh dari PT. CPS menggelar unjuk rasa, mereka menuntut untuk menaikkan upah buruh pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993. Dia aktif dalam aksi unjuk rasa buruh. Masalah memuncak ketika Marsinah menghilang dan tidak diketahui oleh rekannya, dan sampai akhirnya pada tanggal 8 Mei 1993 Marsinah ditemukan meninggal dunia. Mayatnya ditemukan di sebuah hutan di Dusun Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur dengan tanda-tanda bekas penyiksaan. Menurut hasil otopsi, diketahui bahwa Marsinah meninggal karena penganiayaan berat.

3. Penculikan Aktivis 1997/1998
   Salah satu kasus pelanggaran HAM di Indonesia yaitu kasus penculikan aktivis 1997/1998. Kasus penculikan dan penghilangan secara paksa para aktivis pro-demokrasi, sekitar 23 aktivis pro-demokrasi diculik. Peristiwa ini terjadi menjelang pelaksanaan PEMILU 1997 dan Sidang Umum MPR 1998. Kebanyakan aktivis yang diculik disiksa dan menghilang, meskipun ada satu yang terbunuh. 9 aktivis dilepaskan dan 13 aktivis lainnya masih belum diketahui keberadaannya sampai kini. Banyak orang berpendapat bahwa mereka diculik dan disiksa oleh para anggota militer/TNI. Kasus ini pernah ditangani oleh komisi HAM.

4. Penembakan Mahasiswa Trisakti
    Kasus penembakan mahasiswa Trisakti merupakan salah satu kasus penembakan kepada para mahasiswa Trisakti yang sedang berdemonstrasi oleh para anggota polisi dan militer. Bermula ketika mahasiswa-mahasiswa Universitas Trisakti sedang melakukan demonstrasi setelah Indonesia mengalami Krisis Finansial Asia pada tahun 1997 menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. Peristiwa ini dikenal dengan Tragedi Trisakti. 
  Dikabarkan puluhan mahasiswa mengalami luka-luka, dan sebagian meninggal dunia, yang kebanyakan meninggal karena ditembak dengan menggunakan peluru tajam oleh anggota polisi dan militer/TNI. Kasus ini masuk dalam daftar catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, dan pernah diproses.
 
5. Pembantaian Santa Cruz/Insiden Dili
   Kasus ini masuk dalam catatan kasus pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu pembantaian yang dilakukan oleh militer atau anggota TNI dengan menembak warga sipil di Pemakaman Santa Cruz, Dili, Timor-Timur pada tanggal 12 November 1991. Kebanyakan warga sipil yang sedang menghadiri pemakaman rekannya di Pemakaman Santa Cruz ditembak oleh anggota militer Indonesia. Puluhan demonstran yang kebanyakkan mahasiswa dan warga sipil mengalami luka-luka dan bahkan ada yang meninggal. Banyak orang menilai bahwa kasus ini murni pembunuhan yang dilakukan oleh anggota TNI dengan melakukan agresi ke Dili, dan merupakan aksi untuk menyatakan Timor-Timur ingin keluar dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan membentuk negara sendiri.

6. Peristiwa Tanjung Priok
   Kasus ini murni pelanggaran HAM. Bermula ketika warga sekitar Tanjung Priok, Jakarta Utara melakukan demonstrasi beserta kerusuhan yang mengakibatkan bentrok antara warga dengan kepolisian dan anggota TNI yang mengakibatkan sebagian warga tewas dan luka-luka. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 September 1984. Sejumlah orang yang terlibat dalam kerusuhan diadili dengan tuduhan melakukan tindakan subversif, begitu pula dengan aparat militer, mereka diadili atas tuduhan melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Peristiwa ini dilatar belakangi masa Orde Baru.

7. Pembantaiaan Rawagede
    Peristiwa ini merupakan pelanggaran HAM berupa penembakan beserta pembunuhan terhadap penduduk kampung Rawagede (sekarang Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang, Jawa Barat) oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 diringi dengan dilakukannya Agresi Militer Belanda I. Puluhan warga sipil terbunuh oleh tentara Belanda yang kebanyakan dibunuh tanpa alasan yang jelas. Pada 14 September 2011, Pengadilan Den Haag menyatakan bahwa pemerintah Belanda bersalah dan harus bertanggung jawab. Pemerintah Belanda harus membayar ganti rugi kepada para keluarga korban pembantaian Rawagede.

8. Peristiwa 27 Juli
   Peristiwa ini disebabkan oleh para pendukung Megawati Soekarno Putri yang menyerbu dan mengambil alih kantor DPP PDI di Jakarta Pusat pada tanggal 27 Juli 1996. Massa mulai melempari dengan batu dan bentrok, ditambah lagi kepolisian dan anggota TNI dan ABRI datang berserta Pansernya. Kerusuhan meluas sampai ke jalan-jalan, massa mulai merusak bangunan dan rambu-rambu lalu-lintas. Dikabarkan lima orang meninggal dunia, puluhan orang (sipil maupun aparat) mengalami luka-luka dan sebagian ditahan. Menurut Komnas Hak Asasi Manusia, dalam peristiwa ini telah terbukti terjadinya pelanggaran HAM.

9. Pembantaian Massal Komunis (PKI) 1965
   Pembantaian ini merupakan peristiwa pembunuhan dan penyiksaan terhadap orang yang dituduh sebagai anggota komunis di Indonesia yang pada saat itu Partai Komunis Indonesia (PKI) menjadi salah satu partai komunis terbesar di dunia dengan anggotanya yang berjumlah jutaan. Pihak militer mulai melakukan operasi dengan menangkap anggota komunis, menyiksa dan membunuh mereka. Sebagian banyak orang berpendapat bahwa Soeharto diduga kuat menjadi dalang dibalik pembantaian 1965 ini. Dikabarkan sekitar satu juta setengah anggota komunis meninggal dan sebagian menghilang. Ini jelas murni terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

10. Kasus Dukun Santet di Banyuwangi
    Peristiwa beserta pembunuhan ini terjadi pada tahun 1998. Pada saat itu di Banyuwangi lagi hangat-hangatnya terjadi praktek dukun santet di desa-desa mereka. Warga sekitar yang berjumlah banyak mulai melakukan kerusuhan berupa penangkapan dan pembunuhan terhadap orang yang dituduh sebagai dukun santet. Sejumlah orang yang dituduh dukun santet dibunuh, ada yang dipancung, dibacok bahkan dibakar hidup-hidup. Tentu saja polisi bersama anggota TNI dan ABRI tidak tinggal diam, mereka menyelamatkan orang yang dituduh dukun santet yang masih selamat dari amukan warga.

11. Kasus Bulukumba
     Kasus Bulukumba merupakan kasus yang terjadi pada tahun 2003. Dilatar belakangi oleh PT. London Sumatra (Lonsum) yang melakukan perluasan area perkebunan, namun upaya ini ditolak oleh warga sekitar. Polisi Tembak Warga di Bulukumba. Anggota Brigade Mobil Kepolisian Resor Bulukumba, Sulawesi Selatan, dilaporkan menembak seorang warga Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Kajang, Bulukumba, Senin (3 Oktober 2011) sekitar pukul 17.00 Wita. Ansu, warga yang tertembak tersebut, ditembak di bagian punggung. Warga Kajang sejak lama menuntut PT London mengembalikan tanah mereka. 

12. Peristiwa Abepura, Papua
    Peristiwa ini terjadi di Abepura, Papua pada tahun 2003. Terjadi akibat penyisiran yang membabi buta terhadap pelaku yang diduga menyerang Mapolsek Abepura. Komnas HAM menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM di peristiwa Abepura.

13. Kerusuhan Timor-Timur Pasca Jejak Pendapat
     Kerusuhan ini terjadi pada tahun 1999. Dilatar belakangi oleh Agresi Militer dan puluhan warga sipil meninggal dan sebagian luka-luka.

14. Kasus Timor-Timur Pasca Referendum
      Perisiwa yang terjadi pada tahun 1974-1999 memakan ratusan ribu korban jiwa. Peristiwa yang dimulai dari Agresi Militer oleh TNI (Operasi Seroja) terhadap pemerintahan Fretelin yang sah di Timor-Timur. Sejak saat itu Timor-Timur selalu menjadi daerah operasi militer rutin yang rawan terhadap tindak kekerasan.

15. Kasus-kasus di Papua
     Pada tahun 1966, kasus-kasus di Papua telah memakan ribuan korban jiwa. Peristiwa ini terjadi akibat Operasi instensif yang dilakukan TNI untuk menghadapi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sebagian lagi berkaitan dengan masalah penguasaan sumber daya alam antar perusahaan tambang internasional, aparat pemerintah menghadapi warga sipil.

16. Kasus-kasus di Aceh pra DOM
   Terjadi pada tahun 1976-1989, memakan banyak ribuan korban jiwa. Peristiwa yang terjadi semenjak dideklarasikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Hasan Di Tiro, Aceh selalu menjadi daerah operasi militer dengan itensitas kekerasan yang tinggi.


17. Penembakan Misterius (Petrus)
   Diantara tahun 1982-1985, peristiwa ini mulai terjadi. ‘Petrus’ adalah sebuah peristiwa penculikan, penganiayaan dan penembakan terhadap para preman yang sering menganggu ketertiban masyarakat. Pelakunya tidak diketahui siapa, namun kemungkinan pelakunya adalah aparat kepolisian yang menyamar (tidak memakai seragam). Kasus ini termasuk pelanggaran HAM, karena banyaknya korban Petrus yang meninggal karena ditembak. Kebanyakan korban Petrus ditemukan meninggal dengan keadaan tangan dan lehernya diikat dan dibuang di kebun, hutan dan lain-lain. Terhitung, ratusan orang yang menjadi korban Petrus, kebanyakan tewas karena ditembak. 

18. Kasus-kasus TKI (Tenaga Kerja Indonesia) di luar negeri
    Ada beberapa kasus pelanggaran HAM yang menimpa beberapa TKI yang bekerja di luar negeri. Telah terjadi banyak penganiayaan, seperti dipukul, disetrika, diestrum listrik, pelecehan seksual, pemerkosaan, bahkan pembunuhan terhadap para tenaga kerja Indonesia, meskipun sudah ada Undang-Undang dari Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan atas TKI yang bekerja di luar negeri. 
 

Sumber:

  http://asneba.blogspot.com/2014/09/pengertian-ham-jenis-pelanggaran-ham.html



Jadi untuk masalah HAM yang telah dibahas ini telah saya telusuri dari berita-berita yang telah ada di indonesia. Pelanggaran HAM ini memank sering sekali kita dengar diberita-berita ya. Tapi intinya pelanggaran HAM ini dari tahun ke tahun memank sanggat sulit untuk diminimasikan sehingga permasalahan HAM ini sebenarnya tidak terselesaikan karena penegakan hukumnya tidak kuat. Jadi permasalahan HAM selalu tertunda dan terabaikan. Sekian yaa :)