Terdapat beberapa
kasus yang menyangkut tentang profesi kebidanan. Kebidanan merupakan salah satu
profesi tertua didunia yang mana mereka terpilih dan terpercaya dalam
mendampingi dan menolong ibu-ibu yang melahirkan. Profesi bidan ini menuntut
agar dapat berpendidikan formal, memiliki sistem pelayanan, kode etik dan etika
dalam melaksanakan atau mengerjakan pekerjaan yang mampu dijadikan tanggung
jawab secara professional.
Kasus
1 : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Kasus ini terjadi
di wilayah Kediri pada tahun 2008, tepatnya terjadi di Dusun Gegeran, Desa/
Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur. Kasus ini diakibatkan oleh “N” yang berusahan
mengugurkan janin di bidan puskesmas secara illegal. “N” mengalami hamil diluar
nikah hasil hubungan dengan “S”. mereka saling kenal karena “N” masih kerabat
bibinya “S” yang diponorogo dan istri “S” sedang bekerja menjadi TKW di
Hongkong. Hubungan mereka berlanjut menjadi perselingkuhan hingga “N” mengalami
hamil 3 bulan.
Karena panik maka ”S”
mengajak “N” untuk mengugurkannya dan “N” pun setuju dengan cara berpikir “S”.
mereka berdua pun mendatangi kediaman “E” selaku bidan dipuskesmas maka
terjadilah kegiatan negosiasi. Awalnya negosiasi mereka sangat sulit
dikendalikan sebab bidan “E” beralasan keamanan. Pada akhirnya bidan “E”
menyanggupi permintaan mereka berdua namun dengan imbalan sebesar Rp
2.100.000,-. Keduanya menyutujui maka imbalannya pun turun menjadi Rp 2.000.000
dan bidan”E” pun menyetujui tawaran tersebut.
Metode yang
digunakan cukuo sederhana dimana pertama bidan menyuntikan obat penahan rasa
nyeri Oxy****n Dur****l 1,5cc yang dicampur dengan Cyna** Bal***n sejenis
vitamin B12. Menurut bidan tersebut nantinya pasien yang disuntik akan
mengalami kontraksi dan mampu mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
Namun setelah
disuntik efek kontraksinya akan muncul setelah 6 jam disuntikan obat tersebut.
Tetapi hanya berselang 2 jam kemudian “N” mengalami kontraksi yang hebat. Bahkan
ketika “N” diboncengi “S” dengan sepedah motor, “N” terjatuh dan pingsan karena
tidak kuat menahan rasa sakit ditambah organ intimnya terus mengalami
pendarahan yang begitu hebat.
Warga sekitar yang
melihatnya langsung melarikan “N” ke puskesmas namun karena kondisinya kritis
maka dirujuk ke RSUD. Dan kedatangannya pun sudah terlambat sehinggan petugas
medis pun tak mampu menyelamatkan”N” sehingga “N” dinyatakan meninggal akibat
aborsi tersebut.
Petugas yang
mengetahui kejadian tersebut langsung mengintrogasi “S” dan membekuk bidan “E”
dirumahnya tanpa perlawanan. Ayah “N” yang mengetahui selama ini anaknya tidak
punya suami atau pacar pun kaget mengetahui bahwa anaknya meninggal akibat
aborsi.
Nah akibat dari
perbuatan bidan “E” maka bidan itu diancam dengan pasal 348 KUHP tentang
pembunuhan, ditambah dengan UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 mengingat
profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Setelah kalian
lihat kasus 1 maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh bidan
yang melanggar sumpahnya akan diganjar sesuai perlakuannya semasa hidupnya.
Oleh sebab itu mari semua calon bidan dan para bidan untuk dapat bekerja sesuai
profesi dan pegang teguh janji profesinya semasa hidupmu karena ganjaran dari
pelanggaran janji itulah yang akan merusak masa depanmu dan keluargamu.
Kasus kedua : Bidan Pustu Diduga Lakukan Malpraktek
Terletak di Palembang tepatnya di
kelurahan 5 Ulu, kecamatan Seberang Ulu 1 telah terjadi malpraktik sehingga
mengakibatkan seorang bayi meninggal dunia setelah diobati oleh bidan puskesmas
pembantu “P”.
Awal ceritanya, bayi tersebut
mengalami penyakit panas kemudian bidan memberikan obat yaitu pil CTM dan obat
batuk warna merah. Sekitar setengah jam usai diberikan obat oleh bidan “P”
justru bukannya membaik namun bayi tersebut mengalami kejang-kejang dan
tubuhnya membiru. Kemudian puskesmas merujuk bayi ke RSUD Bari kota Palembang
namun tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Menurut pemaparan dari Kepala Dinas
Kesehatan Kota Palembang bahwa obat yang diberiakn oleh bidan “P” telah sesuai
standar. Untuk saat ini belum diketahui tindakan lanjut untuk penuntutan ke
pihak bidan tersebut karena kedua orang tua masih menunggu berkas penyelidikan
kepolisian.
SANKSI SANKSI PELANGGARAN
ETIKA PROFESI BIDAN
Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna, yang
pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau
pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan
yang ke-dua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak
pribadi (individual rights), hak-hak politik (political rights), maupun hak-hak
sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat
secara alamiah pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang sedang
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan adanya suatu
tujuan nasional yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Indonesia termasuk dalam
kategori negara berkembang dengan pendapatan perkapita yang masih rendah,
sehingga kebanyakan penduduknya hidup secara sederhana.
Kecenderungan universal di negara berkembang bahwa pada kondisi awal
pertumbuhan negara tersebut, dimensi pembangunan ekonomi dan pembangunan
politik menduduki posisi sentral dalam pembangunan nasional. Namun pada tahap
pembangunan selanjutnya, dimensi-dimensi pembangunan lain akan merupakan bagian
integral dari realitas pembangunan yang bersifat multidimensional.
Dalam era pembangunan dewasa ini, peran masyarakat di bidang kesehatan sangat
penting dalam menunjang pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut perlu
disadari bahwa pembangunan nasional- membutuhkan tenaga masyarakat yang sehat
dan kuat. Selain faktor tersebut, dalam rangka mneningkatkan derajat kesehatan
yang optimal, maka diperlukan tenaga kesehatan yang professional.
Secara konvensional, pembangunan sumber daya manusia diartikan sebagai
investasi human capital yang harus dilakukan sejalan dengan investasi physical
capital. Cakupan pembangunan sumber daya manusia ini meliputi pendidikan dan
pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas dan pengembangan
enterpreneurial, yang kesemuanya bermuara pada peningkatan produktivitas
manusia. Karenanya, indikator kinerja pembangunan sumber daya manusia mencakup
indikator-indikator pendidikan, kesehatan, gizi dan sebagainya.
Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan
instansi-instansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan, antara
lain dengan membentuk Departemen Kesehatan (Depkes) dalam bidang kesehatan.
Selain membentuk Depkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesi. Hal
ini dilakukan mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga
bisa mempertegas peranan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan
yang lebih baik. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu UU Nomor 23 Tahun
1992 Tentang Kesehatan, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tindakan,
kewenangan, sanksi, maupun pertanggungjawaban tarhadap kesalahan atau
pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai subyek peraturan
tersebut.
Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang
dimaksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan
untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 50 UU Kesehatan adalah bertugas
menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang
keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan
mengenai ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
1. tenaga medis;
2. tenaga keperawatan dan bidan;
3. tenaga kefarmasian;
4. tenaga kesehatan masyarakat;
5. tenaga gizi;
6. tenaga keterapian fisik; dan
7. tenaga keteknisian medis.
Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan
kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan
yang sangat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan.
Disamping itu tenaga kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau
pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan
yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibarnya.
Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukan kemampuan professional yang baku
dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga
medis yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang
melahirkan, baik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan
atau panduan bagi ibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka
haruslah ada pembatasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan
tugas dan kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana
kode etik tersebut merupakan suatu pernyataan kemprehensif dan profesi yang
memberikan tuntutan bagi anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik
yang berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun
terhadap teman sejawat, profesi dan diri sendiri, sebagai kontrol kualitas
dalam praktek kebidanan.
Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang dibuat
oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan
pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang
mempunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan mempunyai kode etik
kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada
pelanggaran yang berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat,
pencabutan izin atau penundaan gaji.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik
dari institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan
oleh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan.
Sedangkan implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah
suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian inplementasi
kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah
diberlakukannya kebijakan negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya
maupun akibat/dampak nyata pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara
terus menerus melalui tindakan-tindakan implementasi sehingga secara simultan
mengubah sumber-sumber dan tujuan-tujuan yang pada akhirnya fase implementasi akan
berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktek
kebidanan secara etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan
nilai-nilai keyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga
berperan dalam memberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong
persalinan mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan
pertolongan yang aman dan bersih.
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan berpedoman pada KEPMENKES
Nomor 900/ MENKES/ S/ VII/ 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan. Tugas dan
wewenang bidan terurai dalam Bab V Pasal 14 sampai dengan Pasal 20, yang garis
besarnya adalah : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga
berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat.. Sebagai pedoman dan tata cara
dalam pelaksanaan progesi, sesuai dengan wewenang peraturan kebijaksanaan yang
ada, maka bidan harus senantiasa berpegang pada kode etik bidan yang
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Hal yang dilematis terjadi ketika kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan meningkat, terutama pelayanan bidan, tidak dibarengi oleh keahlian
dan keterampilan bidan untuk membentuk suatu mekanisme kerja pelayanan yang
baik. Masih sering dijumpai pelayanan bidan dengan seadanya, lamban dengan
disertai adanya pemungutan biaya yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan
penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan. Berdasarkan hal tersebut,
maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian hukum mengenai Penegakan
Hukum Terhadap Pelanggaran Kode Etik Bagi Bidan Dalam Menjalankan Profesinya.