Halaman

Jumat, 29 Mei 2015

Kode Etik Profesi Kebidanan

Terdapat beberapa kasus yang menyangkut tentang profesi kebidanan. Kebidanan merupakan salah satu profesi tertua didunia yang mana mereka terpilih dan terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu-ibu yang melahirkan. Profesi bidan ini menuntut agar dapat berpendidikan formal, memiliki sistem pelayanan, kode etik dan etika dalam melaksanakan atau mengerjakan pekerjaan yang mampu dijadikan tanggung jawab secara professional.


Kasus 1 : Remaja Aborsi Tewas Usai Disuntik Bidan
Kasus ini terjadi di wilayah Kediri pada tahun 2008, tepatnya terjadi di Dusun Gegeran, Desa/ Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur. Kasus ini diakibatkan oleh “N” yang berusahan mengugurkan janin di bidan puskesmas secara illegal. “N” mengalami hamil diluar nikah hasil hubungan dengan “S”. mereka saling kenal karena “N” masih kerabat bibinya “S” yang diponorogo dan istri “S” sedang bekerja menjadi TKW di Hongkong. Hubungan mereka berlanjut menjadi perselingkuhan hingga “N” mengalami hamil 3 bulan.
Karena panik maka ”S” mengajak “N” untuk mengugurkannya dan “N” pun setuju dengan cara berpikir “S”. mereka berdua pun mendatangi kediaman “E” selaku bidan dipuskesmas maka terjadilah kegiatan negosiasi. Awalnya negosiasi mereka sangat sulit dikendalikan sebab bidan “E” beralasan keamanan. Pada akhirnya bidan “E” menyanggupi permintaan mereka berdua namun dengan imbalan sebesar Rp 2.100.000,-. Keduanya menyutujui maka imbalannya pun turun menjadi Rp 2.000.000 dan bidan”E” pun menyetujui tawaran tersebut.
Metode yang digunakan cukuo sederhana dimana pertama bidan menyuntikan obat penahan rasa nyeri Oxy****n Dur****l 1,5cc yang dicampur dengan Cyna** Bal***n sejenis vitamin B12. Menurut bidan tersebut nantinya pasien yang disuntik akan mengalami kontraksi dan mampu mengeluarkan sendiri janin yang dikandungnya.
Namun setelah disuntik efek kontraksinya akan muncul setelah 6 jam disuntikan obat tersebut. Tetapi hanya berselang 2 jam kemudian “N” mengalami kontraksi yang hebat. Bahkan ketika “N” diboncengi “S” dengan sepedah motor, “N” terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit ditambah organ intimnya terus mengalami pendarahan yang begitu hebat.
Warga sekitar yang melihatnya langsung melarikan “N” ke puskesmas namun karena kondisinya kritis maka dirujuk ke RSUD. Dan kedatangannya pun sudah terlambat sehinggan petugas medis pun tak mampu menyelamatkan”N” sehingga “N” dinyatakan meninggal akibat aborsi tersebut.
Petugas yang mengetahui kejadian tersebut langsung mengintrogasi “S” dan membekuk bidan “E” dirumahnya tanpa perlawanan. Ayah “N” yang mengetahui selama ini anaknya tidak punya suami atau pacar pun kaget mengetahui bahwa anaknya meninggal akibat aborsi.
Nah akibat dari perbuatan bidan “E” maka bidan itu diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan, ditambah dengan UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 mengingat profesinya sebagai tenaga medis atau bidan.
Setelah kalian lihat kasus 1 maka dapat disimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh bidan yang melanggar sumpahnya akan diganjar sesuai perlakuannya semasa hidupnya. Oleh sebab itu mari semua calon bidan dan para bidan untuk dapat bekerja sesuai profesi dan pegang teguh janji profesinya semasa hidupmu karena ganjaran dari pelanggaran janji itulah yang akan merusak masa depanmu dan keluargamu.

Kasus kedua   : Bidan Pustu Diduga Lakukan Malpraktek

Terletak di Palembang tepatnya di kelurahan 5 Ulu, kecamatan Seberang Ulu 1 telah terjadi malpraktik sehingga mengakibatkan seorang bayi meninggal dunia setelah diobati oleh bidan puskesmas pembantu “P”.
Awal ceritanya, bayi tersebut mengalami penyakit panas kemudian bidan memberikan obat yaitu pil CTM dan obat batuk warna merah. Sekitar setengah jam usai diberikan obat oleh bidan “P” justru bukannya membaik namun bayi tersebut mengalami kejang-kejang dan tubuhnya membiru. Kemudian puskesmas merujuk bayi ke RSUD Bari kota Palembang namun tidak lama kemudian ia meninggal dunia.

Menurut pemaparan dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Palembang bahwa obat yang diberiakn oleh bidan “P” telah sesuai standar. Untuk saat ini belum diketahui tindakan lanjut untuk penuntutan ke pihak bidan tersebut karena kedua orang tua masih menunggu berkas penyelidikan kepolisian. 

SANKSI SANKSI PELANGGARAN ETIKA PROFESI BIDAN
Negara hukum (rechtstaat), mengandung sekurang-kurangnya 2 (dua) makna, yang pertama adalah pengaturan mengenai batasan-batasan peranan negara atau pemerintahan dalam mencampuri kehidupan dan pergaulan masyarakat, sedangkan yang ke-dua adalah jaminan-jaminan hukum akan hak-hak, baik sipil atau hak-hak pribadi (individual rights), hak-hak politik (political rights), maupun hak-hak sebagai sebuah kelompok atau hak-hak sosial sebagai hak asasi yang melekat secara alamiah pada setiap insan, baik secara pribadi atau kelompok.
Negara Republik Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Hal ini disebabkan adanya suatu tujuan nasional yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945. Indonesia termasuk dalam kategori negara berkembang dengan pendapatan perkapita yang masih rendah, sehingga kebanyakan penduduknya hidup secara sederhana.
Kecenderungan universal di negara berkembang bahwa pada kondisi awal pertumbuhan negara tersebut, dimensi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik menduduki posisi sentral dalam pembangunan nasional. Namun pada tahap pembangunan selanjutnya, dimensi-dimensi pembangunan lain akan merupakan bagian integral dari realitas pembangunan yang bersifat multidimensional.
Dalam era pembangunan dewasa ini, peran masyarakat di bidang kesehatan sangat penting dalam menunjang pembangunan yang diharapkan. Hal tersebut perlu disadari bahwa pembangunan nasional- membutuhkan tenaga masyarakat yang sehat dan kuat. Selain faktor tersebut, dalam rangka mneningkatkan derajat kesehatan yang optimal, maka diperlukan tenaga kesehatan yang professional.
Secara konvensional, pembangunan sumber daya manusia diartikan sebagai investasi human capital yang harus dilakukan sejalan dengan investasi physical capital. Cakupan pembangunan sumber daya manusia ini meliputi pendidikan dan pelatihan, kesehatan, gizi, penurunan fertilitas dan pengembangan enterpreneurial, yang kesemuanya bermuara pada peningkatan produktivitas manusia. Karenanya, indikator kinerja pembangunan sumber daya manusia mencakup indikator-indikator pendidikan, kesehatan, gizi dan sebagainya.
Pemerintah dalam mengatur jalannya pemerintahan tidak terlepas dengan instansi-instansi yang dapat membantu untuk melancarkan pembangunan, antara lain dengan membentuk Departemen Kesehatan (Depkes) dalam bidang kesehatan. Selain membentuk Depkes, pemerintah juga membuat kelompok-kelompok profesi. Hal ini dilakukan mengontrol terhadap pembangunan di bidang kesehatan, sehingga bisa mempertegas peranan pemerintah dalam mengusahakan perkembangan kesehatan yang lebih baik. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kesehatan, yaitu UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tindakan, kewenangan, sanksi, maupun pertanggungjawaban tarhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai subyek peraturan tersebut.
Menurut Pasal 1 ayat (3) UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, yang dimaksud dengan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Tenaga kesehatan berdasarkan Pasal 50 UU Kesehatan adalah bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan mengenai ketentuan mengenai kategori, jenis, dan kualifikasi tenaga kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
1. tenaga medis;
2. tenaga keperawatan dan bidan;
3. tenaga kefarmasian;
4. tenaga kesehatan masyarakat;
5. tenaga gizi;
6. tenaga keterapian fisik; dan
7. tenaga keteknisian medis.
Dalam rangka penempatan terhadap jenis tenaga kesehatan tertentu ditetapkan kebijaksanaan melalui pelaksanaan masa bakti terutama bagi tenaga kesehatan yang sangat potensial di dalam kebutuhan penyelenggaraan upaya kesehatan. Disamping itu tenaga kesehatan tertentu yang bertugas sebagai pelaksana atau pemberi pelayanan kesehatan diberi wewenang sesuai dengan kompetensi pendidikan yang diperolehnya, sehingga terkait erat dengan hak dan kewajibarnya. Kompetensi dan kewenangan tersebut menunjukan kemampuan professional yang baku dan merupakan standar profesi untuk tenaga kesehatan tersebut.
Dari sejumlah tenaga medis tersebut, bidan merupakan salah satu unsur tenaga medis yang berperan dalam mengurangi angka kematian bayi dan ibu yang melahirkan, baik dalam proses persalinan maupun dalam memberikan penyuluhan atau panduan bagi ibu hamil. Melihat besarnya peranan bidan tersebut, maka haruslah ada pembatasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan bidan tersebut. Maka, dibuatlah Kode Etik bidan, dimana kode etik tersebut merupakan suatu pernyataan kemprehensif dan profesi yang memberikan tuntutan bagi anggota untuk melaksanakan praktek profesinya, baik yang berhubungan dengan klien sebagai individu, keluarga, masyarakat, maupun terhadap teman sejawat, profesi dan diri sendiri, sebagai kontrol kualitas dalam praktek kebidanan.
Untuk melengkapi peraturan yang ada, maka dibuatlah sebuah kode etik yang dibuat oleh kelompok-kelompok profesi yang ada di bidang kesehatan, dengan ketentuan pokok bahwa peraturan yang dibuat tersebut tidak bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya. Contoh kode etik profesi adalah kelompok dokter yang mempunyai kode etik kedokteran, dan untuk kelompok bidan mempunyai kode etik kebidanan. Dalam kode etik tersebut terdapat pengenaan sanksi apabila ada pelanggaran yang berupa sanksi administratif, seperti penurunan pangkat, pencabutan izin atau penundaan gaji.
Proses implementasi kebijakan dapat dirumuskan sebagai tindakan-tindakan baik dari institusi pemerintah maupun swasta atau kelompok masyarakat yang diarahkan oleh keinginan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan di dalam kebijakan. Sedangkan implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Fokus perhatian inplementasi kebijakan mencakup kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah diberlakukannya kebijakan negara, baik usaha untuk mengadministrasikannya maupun akibat/dampak nyata pada masyarakat. Kebijakan ditransformasikan secara terus menerus melalui tindakan-tindakan implementasi sehingga secara simultan mengubah sumber-sumber dan tujuan-tujuan yang pada akhirnya fase implementasi akan berpengaruh pada hasil akhir kebijakan.
Sebagai seorang tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, seorang bidan harus melakukan tindakan dalam praktek kebidanan secara etis, serta harus memiliki etika kebidanan yang sesuai dengan nilai-nilai keyakinan filosofi profesi dan masyarakat. Selain itu bidan juga berperan dalam memberikan persalinan yang aman, memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan alat untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih.
Dalam melakukan praktek kebidanan, seorang bidan berpedoman pada KEPMENKES Nomor 900/ MENKES/ S/ VII/ 2002 tentang Registrasi dan Praktek Bidan. Tugas dan wewenang bidan terurai dalam Bab V Pasal 14 sampai dengan Pasal 20, yang garis besarnya adalah : bidan dalam menjalankan prakteknya berwenang untuk memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan kebidanan, pelayanan keluarga berencana, dan pelayanan kesehatan masyarakat.. Sebagai pedoman dan tata cara dalam pelaksanaan progesi, sesuai dengan wewenang peraturan kebijaksanaan yang ada, maka bidan harus senantiasa berpegang pada kode etik bidan yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Hal yang dilematis terjadi ketika kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan meningkat, terutama pelayanan bidan, tidak dibarengi oleh keahlian dan keterampilan bidan untuk membentuk suatu mekanisme kerja pelayanan yang baik. Masih sering dijumpai pelayanan bidan dengan seadanya, lamban dengan disertai adanya pemungutan biaya yang mahal. Oleh karena itu, diperlukan penegakan hukum terhadap pelanggaran kode etik bidan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian hukum mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Kode Etik Bagi Bidan Dalam Menjalankan Profesinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar