BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam kehidupan
sehari-hari kita sering menjumpai pemuda yang berjuang demi Indonesia dengan cara berprestasi mengharumkan
nama Indonesia. Terlepas dari itu semua,pada jaman sebelum kemerdekaan pemuda
mengahargai negeri ini dengan cara rela mati demi kemerdekaan indonesia yang
saat itu tengah dijajah oleh kaum nonpribumi. Kegigihan pemuda kala itu dapat
menghasilkan sebuah kemerdekaan bagi Indonesia dengan cara membuat organisasi
pemuda sehingga menghasilkan “sumpah pemuda”.
Sumpah pemuda adalah sebuah ikrar dari para
pemuda yang dijadikan bukti otentik bahwa pada tangga 28 oktober 1928 bangsa
Indonesia dilahirkan. Oleh karena itu sudah
seharusnya segenap rakyat Indonesia memperingati momentum 28 Oktober sebagai
hari lahirnya bangsa Indonesia. Proses kelahiran Bangsa Indonesia ini merupakan
buah dari perjuangan rakyat yang selama ratusan tahun tertindas dibawah
kekuasaan kaum kolonialis pada saat itu, kondisi ketertindasan inilah yang
kemudian mendorong para pemuda pada saat itu untuk membulatkan tekad demi
mengangkat harkat dan martabat hidup orang Indonesia asli, tekad inilah yang
menjadi komitmen perjuangan rakyat Indonesia hingga berhasil mencapai
kemerdekaannya 17 tahun kemudian yaitu pada 17 Agustus 1945.
Sekarang ini banyak pemuda yang lupa akan sejarah para pemuda
terdahulu. Sehingga banyak pemuda yang mudah terkontaminasi oleh hasutan
orang-orang jahat. Alhasil banyak pemuda yang memilih berdemo ketimbang membuat
musyawarah antara petinggi negeri ini dengan rakyat. Selain berdemo, para
pemuda juga melakukan aksi tawuran yang telah merajalela dikalangan siswa
SD,SMP dan SMA. Dizaman yang moderen ini para pemuda seakan di jajah kembali
namun bukan secara terang-terangan namun di jajah secara psikis.
Solusi untuk mengatasi sikap pemuda ini adalah dengan
memperkenalkan mereka dengan sejarah dan akhlak dari kecil hingga dewasa.
Sehingga pemuda Indonesia mampu membangun negeri ini dengan kepala dingin.
Melihat kejadian pemuda yang makin agresif
maka akan dibahas dalam makala ini agar dapat mengetahui bagaimana sejarah
pemuda membangun bangsa ini serta bentuk pengaplikasian tepat yang dilakukan
dalam era modern ini. Secara jelas mengenai sejarah dan pengaplikasiannya akan
dibahas pada Bab II.
1.2 Tujuan
Adapun beberapa tujuan yang ingin kami sampaikan dalam makalah
ini adalah:
1.
Untuk lebih mengerti mengenai peran sumpah pemuda.
2.
Untuk memehami mengenai sejarah dari sumpah pemuda.
3.
Untuk
lebih mengetahui perbedaan antara sebelum dan sesudah merdeka.
4.
Agar kita mengetahui aplikasi dari sumpah pemuda.
1.3 Manfaat penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk menambah wawasan mengenai peran sumpah pemuda.
2.
Memberi informasi mengenai masa sebelum dan sesudah
merdeka.
3.
Memberi informasi bagaimana cara mengapresiasikan sumpah
pemuda pada era modern.
BAB II ISI
2.1 Tonggak Sejarah Perjuangan Nasional
Salah satu tonggak sejarah
perjuangan Bangsa Indonesia adalah Sumpah Pemuda yang selalu diperingati setiap
tanggal 28 Oktober. Namun momen penting ini tidaklah berdiri sendiri, Sumpah
Pemuda merupakan hasil dari serangkaian perjuangan-perjuangan Bangsa Indonesia
sejak ribuan tahun silam dalam usaha membebaskan diri dari belenggu penjajahan.
Seperti kita ketahui bersama,
sebelum 1928, perjuangan telah dimulai sejak abad ke-17, dimana waktu itu
perlawanan-perlawanan secara fisik dari berbagai daerah muncul akibat kekejaman
dan penindasan kaum penjajah. Tak heran, kalau di tahun 1628 dan 1629 Sultan
Agung Hanyokrokusumo, Raja Mataram berani menyerang kompeni hingga ke Batavia.
Tahun 1662 – 1669 Sultan
Hasanuddin, Raja Gowa XVI juga mengadakan perlawanan mengusir penjajah di
Makasar. Lalu 1817 di Ambon ada Pattimura, kemudian 1825 -1830 terjadi Perang
Diponegoro, demikian pula di Sumatera, Tuanku Imam Bonjol memimpin perlawanan
pada tahun 1824 hingga 1837. Perlawanan lainnya pun muncul dengan tujuan yang
sama mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Akan tetapi sangat disayangkan,
perjuangan tersebut tidak membawa hasil yang diharapkan karena politik devide
et impera yang diterapkan Belanda waktu itu mampu menaklukkan semua perlawanan.
Belanda mampu menaklukkan hampir seluruh wilayah nusantara sehingga bangsa ini
semakin mengalami penderitaan panjang.
Sadar akan hal tersebut, para
pemuda Indonesia yang memiliki semangat dan jiwa patriotisme kemudian melakukan
bentuk perlawanan dalam bentuk yang lain. Mereka melawan – bukan dalam arti
fisik – melalui organisasi Budi Oetomo yang didirikannya pada 20 Mei 1908.
Momen ini kemudian dijadikan sebagai tonggak sejarah kebangkitan pemuda
Indonesia dalam pergerakan kebangsaan Indonesia, yang kemudian diakui sebagai
Hari Kebangkitan Nasional.
Beberapa tahun kemudian
tepatnya 1911 muncul Sarekat Islam yang didirikan oleh HOS Tjokroaminoto.
Setahun kemudian namanya diubah menjadi Sarekat Dagang Islam. Selain itu di
tahun yang sama, berdiri pula Indische Partai yang dipimpin oleh tiga serangkai
yaitu Danudirdja Setia Budi, Ki Hajar Dewantara dan Tjipto Mangunkusumo. Tujuan
politiknya sangat jelas yaitu untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan
Belanda. Ketiga tokoh ini kemudian dibuang karena dianggap membahayakan
kelangsungan Pemerintah Hindia Belanda melalui tulisan-tulisannya yang tajam di
surat kabar. Demikian pula gerakan dan aksi-aksi yang mereka lakukan.
Organisasi-organisasi lain pun
kemudian bermunculan, namun belum memberikan harapan yang menggembirakan.
Mereka tetap tak mampu menghadapi dan memberikan perlawanan berarti disebabkan
perjuangan yang mereka lakukan masih sendiri-sendiri.
Setelah menyadari kondisi
seperti itu, keadaan pun lalu berubah. Para pemuda kemudian berfusi, menyatukan
diri dan mengusung rasa kebangsaan yang selama ini belum tersentuh. Ini
kemudian melahirkan Kongres Pemuda Indonesia I pada tahun 1926. Waktu itu
cita-cita persatuan menjadi tujuan utama, namun masih belum dapat diwujudkan
secara nyata.
Rasa kebangsaan dan persatuan
itu mencapai puncaknya dengan kemunculan pemuda Soekarno, anggota Jong Java. Ia
terus mengobarkan rasa persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai landasan untuk
mencapai kemerdekaan. Pemuda yang kemudian terkenal dengan julukan Bung Karno
ini mendasarkan perjuangan mencapai kemerdekaan pada kekuatan sendiri, anti
kapitalisme dan imperialisme serta non-cooperation atau tak bersedia bekerja
sama dengan Hindia Belanda.
Atas prakarsa Perhimpunan
Pelajar Pelajar Indonesia, maka diadakan Kongres Pemuda Indonesia II di Jakarta
pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928. Kongres dihadiri oleh berbagai perhimpunan
pemuda yang ada di Indonesia. Dalam sidang ketiga, 28 Oktober 1928 itulah
kemudian dicetuskan Sumpah Pemuda yang sangat terkenal hingga sekarang.
Sumpah Pemuda sebagai tonggak
sejarah perjuangan yang bersifat nasional, meliputi seluruh wilayah nusantara
mencapai cita-cita bersama. Pada Kongres ini pula diperkenalkan lagu kebangsaan
Indonesia Raya 3 stanza oleh Wage Rudolf Supratman.
Kata-kata keramat yang
dicetuskan dalam Kongres II Pemuda Indonesia tersebut terus mengakar dalam diri
setiap anak bangsa. Perjuangan terus berlanjut, perlawanan terhadap Pemerintah
Hindia Belanda pun tak berhenti hingga mencapai puncak dengan
diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Rasa kebangsaan, persatuan dan
kesatuan harus tetap kita jaga dengan jiwa dan semangat Sumpah Pemuda. Jangan
sampai kerja keras para pemuda pada masa perjuangan dahulu terbuang percuma
dengan kondisi Bangsa Indonesia di masa sekarang.
Kalau dulu kaum penjajah yang
memecah belah bangsa Indonesia, bukan tidak mungkin persatuan dan kesatuan yang
selama ini kita bina terkoyak oleh ulah bangsa sendiri. Bahasa Indonesia yang
selama ini diakui sebagai bahasa persatuan rusak justru oleh perilaku bangsa
sendiri.
2.2 Pengagas Kongres
Sumpah Pemuda Pertama
Siapa
penggagas Kongres Sumpah Pemuda pertama kali?. Ya, adalah Mohammad Tabrani
Soerjowitjitro. Dia merupakan tokoh penting di balik terselenggaranya Kongres
Sumpah Pemuda Pertama tahun 1926. Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, wafat pada
1984. Tidak cuma menggagas terselenggaranya kongres tersebut, namun ia juga
kemudian menjadi ketuanya.
Saat masih
hidup, banyak yang memintanya menuliskan pengalaman dan apa yang diketahuinya
perihal kongres, yang kemudian mengantar terjadinya Kongres Pemuda 1928 yang
momumental tersebut. Tapi Tabrani selalu menolak. Sikapnya baru mencair ketika
pada 1973, Sudiro, bekas Wali Kota Jakarta, memintanya. Maka Tabrani pun
menuliskan pengalamannya dalam buku 45 Tahun Sumpah Pemuda. Buku ini
diterbitkan pada 1974 oleh Yayasan Gedung-gedung Bersejarah Jakarta.
Menurut
Tabrani, laporan kongres yang berjudul Verslag van Het Eerste Indonesisch
Jeugdcongress (Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama) yang diterbitkan oleh
Panitia Kongres telah dimusnahkan Belanda. Ia mengetahui kabar itu ketika
tengah bersiap meninggalkan Tanah Air untuk berangkat ke Jerman. Tapi,
untunglah, sebelumnya ia telah mengirimkan salinan laporan itu ke Museum
Pusat dan sejumlah media massa.
Pada 1973
Tabrani menemukan dokumen kongres itu di Museum Pusat yang kini bernama Museum
Nasional. Menurut Tabrani, untuk mengelabui pemerintah Belanda, saat itu
ia melakukan sejumlah trik kala kongres. Beberapa orang sengaja ia
perintahkan mengobrol dengan kepala polisi rahasia dan sejumlah pejabat Belanda
yang hadir. Tujuannya, agar mereka tak sempat menyimak pidato peserta kongres.
Persiapan
Kongres Pemuda Pertama dilakukan pada 15 November 1925 di gedung
Lux Orientis, Jakarta. Hadir lima organisasi pemuda dan beberapa peserta
perorangan. Organisasi itu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Pelajar
Minahasa, dan Sekar Roekoen. Tabrani mewakili Jong Java. Pertemuan itu
menghasilkan kesepakatan membentuk panitia Kongres Pemuda Indonesia Pertama.
Tujuan kongres tersebut, adalah menggugah semangat kerja sama di antara
bermacam-macam organisasi pemuda di tanah air, supaya dapat diwujudkan dasar
pokok lahirnya persatuan Indonesia, di tengah-tengah bangsa di
dunia. Panitia kongres terdiri atas 10 orang, di antaranya Bahder
Djohan, Sumarto, Jan Toule Soulehuwij, Paul Pinontoan, dan Tabrani. Dari
sini lantas dibentuk panitia inti dengan komposisi pengurus meliputi Ketua
Tabrani, wakil ketua Sumarto, sekretarisDjamaludin (Adinegoro), dan bendahara
Suwarso.
Kongres Pemuda
Pertama itu kemudian digelar di Jakarta pada 30 April 1926 hingga 2 Mei 1926.
Berbagai persoalan dibahas dalam kongres ini. Bahder Djohan, misalnya,
menyampaikan materi “Kedudukan wanita dalam masyarakat Indonesia”. Tapi,
lantaran terlambat datang dari Bandung, akhirnya materi
tersebut dibacakan Djamaludin. Adapun Paul Pinontoan membahas peranan
agama dalam gerakan nasional.
Dalam
kongres yang memakai bahasa Belanda itu dibicarakan pula soal bahasa persatuan.
Muhammad Yamin, yang membahas “Masa depan bahasa-bahasa Indonesia dan
kesusastraannya”, menyatakan hanya dua bahasa, Jawa dan Melayu,
yang berpeluang menjadi bahasa persatuan. Namun Yamin yakin bahasa Melayu
yang akan lebih berkembang sebagai bahasa persatuan.
Djamaludin
sependapat dengan Yamin. Menurut Tabrani, peserta kongres saat itu sepakat
menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Namun Tabrani menentang.
Menurut Tabrani, kalau nusa itu bernama Indonesia, bangsa itu bernama
Indonesia, maka bahasa itu harus disebut bahasa Indonesia dan bukan bahasa
Melayu, walaupun unsur-unsurnya Melayu. Pendapat ini diterima Yamin
dan Djamaludin. Keputusan menetapkan bahasa persatuan itu pun ditunda dan
akan dikemukakan lagi dalam Kongres Pemuda Kedua.
Sayangnya,
ketika kongres kedua berlangsung, Tabrani dan Djamaludin sedang berada di luar
negeri. Tabrani juga disebut-sebut berperan mengubah rumusan Sumpah Pemuda.
Sewaktu disepakati, sumpah itu, terutama butir ketiga, berbunyi: “Menjunjung
bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Rumusan populer sekarang:”Mengaku berbahasa satu, bahasa Indonesia”.
Menurut
Keith Foulcher dalam Sumpah Pemuda, Makna & Proses Penciptaan Simbol
Kebangsaan Indonesia (Komunitas Bambu, cetakan II, 2008), pergeseran itu tidak
terjadi begitu saja. Foulcher merujuk pada Kongres Bahasa 1938. Ketika itu,
kata Foulcher, Tabrani menyampaikan topik “Mendorong Penyebarluasan Bahasa
Indonesia”. Saat itu ia memberikan argumen bahwa bahasa Indonesia tidak
beroposisi terhadap bahasa daerah, tapi merepresentasikan “Sumpah Kita”.
Ia kemudian
menyampaikan satu rumusan baru:
Kita
bertoempah tanah (sic) satu, jaitoe tanah (sic) Indonesia,
Kita
berbangsa satoe, jaitoe bangsa Indonesia,
Kita
berbahasa satoe, jaitoe bahasa Indonesia
Tabrani
lahir di Pamekasan, Madura, 10 Oktober 1904. Setelah menamatkan pendidikan di
MULO Surabaya, dia masuk AMS di Bandung dan kemudian OSVIA, juga di Bandung.
Sejak di MULO ia aktif di Jong Java. Meski menuntut ilmu di sekolah calon
pamong praja, Tabrani lebih berminat pada jurnalistik. Pada 1926 ia sudah memimpin
harian Hindia Baroe bersama Haji Agus Salim. Selepas Kongres Pemuda Pertama, ia
berkeliling Eropa, hingga 1931, mencari pengalaman jurnalistik. Ia, antara
lain, mengunjungi London, Berlin, Koln, dan Wina. Sembari membantu koran-koran
Belanda, seperti Het Volk dan De Teleraaf. Setelah pulang ke Tanah Air, ia
mendirikan Partai Rakyat Indonesia dan menerbitkan majalah Revue Politiek.
Beberapa tahun kemudian, ia memimpin harian Pemandangan.
Dalam
Kongres Persatoean Djoernalis Indonesia Kelima di Solo 1939, Tabrani terpilih
sebagai ketua. Di zaman Jepang, ia memimpin koran Tjahaja di Bandung. Pada
zaman Jepang ini pula ia pernah dijebloskan ke penjara Sukamiskin. Ia disiksa
hingga kakinya cacat, pincang.
Lepas dari
penjara, Tabrani memimpin Indonesia Merdeka yang diterbitkan Jawa Hokokai. Saat
Indonesia merdeka, ia sempat mengelola koran Suluh Indonesia, milik Partai
Nasional Indonesia.
2.3 Makna Sumpah Pemuda
Dimana sejarah mencatat bahwa perubahan
negeri ini banyak dipengaruhi oleh pemuda. Gagasan penyelenggaraan Kongres
Pemuda berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang kemudian
dikenal sebagai momentum Sumpah Pemuda. Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928
menjadi sejarah dan juga sebuah bukti bahwa pemuda memiliki semangat yang
tinggi dalam upaya perbaikan negerinya.
Semangat baru ini dikobarkan para pemuda
ditengah masa penjajahan. Dengan satu tujuan mencapai cita‐cita
negara Indonesia yang berdaulat. Berbagai peristiwa mewarnai perjuangan mereka
dan rela berkorban hanya untuk mengedepankan persatuan, kesatuan, dan tujujan
kemerdekaan. Pada saat itu, orang berbicara tentang pentingnya kesatuan, karena
melihat kondisi kehidupan masyarakat terpecah‐pecah oleh
kolonialisme Belanda.
Ketika akhirnya tebentuk negara Indonesia pada tahun
1945, dan pada masa pembentukan itu Indonesia mengalami
krisis kesatuan dan kebangsaan. Era yang dalam bentangan sejarah disebut masa
demokrasi‐liberal,
yang ditandai dengan berbagai pemberontakan daerah dan mengakar kuatnya partai
politik. Masa‐masa
yang dilalui dari era demokrasi terpimpin, orde baru, hingga reformasi. Rentang
waktu sejarah perjalanan bangsa indonesia sudah cukup panjang.
Dan kini, kita sebagai generasi penerus perlu
merenungi kembali makna sumpah pemuda dengan jiwa dan semangat kebangsaan serta
keinginan bersatu yang tinggi. Tapi apakah ikatan kita sebagai sebuah bangsa
sudah kuat dan kokoh. Ini perlu jadi renungan para tokoh bangsa. Ketika tanah
air ini aman‐aman
saja, apakah semangat nasional jadi luntur, semangat kebangsaan ikut memudar ?
Pada
kenyataanya, banyak kaum muda saat ini yang mencoreng dirinya sendiri sebagai
generasi penerus bangsa sebagai sosok yang tidak berguna dengan pergaulan yang
dilarang dalam agama dan hukum, seperti pecandu narkoba, dan bertindak semaunya
tanpa berfikir rasional. Banyak alasan yang mereka kemukakan sebagai pembelaan
diri, tetapi sebagai kaum pemuda yang menjadi harapan bangsa harus selalu
melihat kedepan dengan segala kemampuanya berusaha dengan sebaik mungkin dan
menjadi kebanggaan baik didalam keluarga atau masyarakat, juga mengabdi kepada
agama dan bangsa.
Demokrasi yang kita jalani sekarang bisa memberikan
berbagai dampak positif dan negatif, apabila tak diikuti dengan kesadaran
semangat kebangsaan yang tinggi, tentu saja demokratisasi tidak membuat kita
terpecah.
Semangat dan jiwa Sumpah Pemuda perlu digelorakan
kembali dalam jiwa kaum muda sekarang. Masa depan bangsa ini terletak pada etos
kerja dan semangat kaum muda. Dalam sejarah bangsa manapun di dunia, kaum muda
tetap menduduki posisi penting pada setiap perubahan. Sumpah Pemuda berkumandang,
gelora dan semangat kaum muda dituntut di masa sekarang, dengan tujuan
memperbaiki kondisi ekonomi bangsa dan mensejaterakan rakyat Indonesia. Bangkit
dan Berjuanglah Pemuda Pemudi Indonesia........!
2.4
Pengaplikasian Di Dunia Pendidikan
Menurut koran KOMPAS,
telah Delapan puluh empat tahun silam Sumpah Pemuda
diikrarkan. Sumpah untuk setia pada satu tanah air, satu bangsa, dan satu
bahasa Indonesia.
Namun, menguatnya gejala sosial anti-keberagaman memunculkan
pertanyaan: bagaimana mengajarkan semangat itu di sekolah, tempat kaum muda
menempa ilmu. Apalagi, justru kenyataan memprihatinkan yang muncul di sekolah
terkait penghayatan Sumpah Pemuda.
Ahli pendidikan Connely dan Clandinin (1988) menekankan
pentingnya pemahaman dalam proses pembelajaran siswa. Oleh karena itu,
pemahaman dan penjiwaan guru atas Sumpah Pemuda akan sangat memengaruhi pilihan
kegiatan di kelas.
Dalam diskusi para guru di Yayasan Cahaya Guru soal Sumpah
Pemuda, beberapa kata kunci muncul sebagai hakikat Sumpah Pemuda, misalnya
”keberagaman”, ”kesatuan”, dan ”kebangsaan”. Namun, saat ditanya sejauh mana
kelas mereka mencerminkan ketiga kata kunci itu, muncul kebimbangan. Bagaimana
memaknai keberagaman? Bagaimana membangun kesatuan di atas perbedaan agama,
etnis, kelas sosial, dan jender?
Dalam pendidikan, ada tiga jenis kurikulum yang diajarkan
guru. Kurikulum eksplisit yang tertulis, kurikulum implisit atau tersembunyi (hidden
curriculum) ”diajarkan” tetapi tidak tertulis, dan null curriculum yang sengaja dihilangkan dari proses
pembelajaran (Eisner, 1979).
Minat guru
Maka, pemilihan dan penggunaan buku teks tidak sepenting yang diyakini guru mengenai bahan
ajarnya. Minat dan kepedulian guru jauh lebih menentukan pendekatan materi
ajar. Dalam tujuan kurikulum nasional yang kini dipakai, disebutkan potensi
sosial, budaya, dan alam sebagai dasar pembelajaran yang kontekstual.
Jika potensi yang pasti beragam menjadi dasar kegiatan,
semangat Sumpah Pemuda tentu mudah ditangkap. Masalahnya, seberapa jauh tujuan
kurikulum dipahami sebagai bagian penting proses pembelajaran?
Kurikulum tersembunyi berpengaruh kuat melalui contoh
sehari-hari yang tertangkap indera siswa. Oleh karena itu, penting untuk
menemukan kembali kegiatan sekolah yang mencerminkan pemahaman ”bersatu dalam
perbedaan” atau perspektif keberagaman itu.
Sekolah-sekolah homogen dalam status sosial-ekonomi, etnis,
atau agama perlu dengan kesadaran penuh menciptakan berbagai kesempatan itu.
Beberapa sekolah mewujudkannya melalui kegiatan kesenian dan olahraga. Sekolah
lain memiliki program tinggal bersama (live in) berbagai kelompok masyarakat.
Sejumlah LSM mengupayakan ajang berbagi bersama guru seperti
dilakukan oleh Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia, Rahima dan
Association for Critical Thinking, Paras Foundation, Persekutuan Sahabat
Gloria, Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah, ataupun Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta bekerja sama dengan Yayasan Cahaya Guru melalui Komunitas Guru,
Kebangsaan dan Keberagaman.
Memahami keberagaman
Ada banyak keberagaman di sekolah. Perbedaan latar belakang
sosial, ekonomi, agama, budaya, intelektual, mental, dan fisik hanya sebagian
di antaranya. Akan tetapi, apakah siswa sudah mendapatkan perspektif
keberagaman sebagai bagian dari kebangsaan mereka? Sudahkah sekolah menyuburkan
keberagaman sebagai kekayaan bangsa?
Sebenarnya sekolah negeri bisa diandalkan sebagai tempat
pendidikan heterogenitas yang tak terbatas. Namun, kenyataannya saat ini justru
sekolah negeri cenderung meninggalkan semangat Sumpah Pemuda.
Di beberapa sekolah negeri muncul keharusan menggunakan jilbab
dan baju koko pada hari Jumat. Doa saat upacara pun dalam bahasa Arab.
Akibatnya, makin sedikit siswa non-Muslim masuk ke sekolah negeri.
Pemerintah justru tidak mengajarkan keberagaman karena tidak
mengakomodasi siswa atau guru dengan berbagai latar berbeda untuk berperan di
sekolah. Mata kita akan segera menangkap makin berkurangnya warna-warni
pemangku kepentingan melalui pemilihan seragam, upacara bendera, kesempatan
berdoa, kesempatan menjadi ketua kelas, dan berbagai kesempatan lain. Sekolah negeri
tidak lagi merengkuh seluruh anak bangsa untuk belajar di lingkungan ini.
Kompetensi ”pengembangan budaya” ternyata hanya selintas
dalam Dimensi Kepribadian Kepala Sekolah yang ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan serta diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 13/2007 tentang Standar Kepala Sekolah. Tidak ada
tuntutan untuk memiliki perspektif keberagaman dalam menjalankan tugas
sehari-hari.
Maka, harapan bahwa kegiatan di sekolah mencerminkan
kebinekaan kita dan semangat bersatu dalam satu tanah air, satu bangsa, dan
satu bahasa hanya terletak di tangan guru. Inikah sekolah Indonesia kita?
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Lahir sebagai Putusan
Kongres Pemuda ke-2 pada 28 Oktober 1928,
dapat dikatakan Sumpah Pemuda tidak mempunyai
naskah otentik. Yang ada adalah naskah otentik Poetoesan Congres Pemoeda-Pemoeda Indonesia. Putusan kongres itulah yang mengalami rekonstruksi
simbolik menjadi Sumpah
Pemuda.
Pada Kongres Pemuda 28 Oktober 1928 itu pulalah diperdengarkan untuk pertama kalinya Lagu Indonesia Raya setelah WR
Supratman memberanikan
diri menggesekkan biolanya untuk mengiringi sekumpulan paduan suara yang
bersemangat.
Sangat terasa dalam hati sanubari saya bahwa putusan
kongres yang akhirnya mengalami rekonstruksi simbol itu dimaksudkan untuk
memotivasi, meningkatkan rasa memiliki, meningkatkan rasa kebangsaan. Namun,
terasa juga bahwa semakin lama Sumpah
Pemudadiperlakukan tak ubahnya
sebagai simbol semata. Ketika globalissi merajalela, tak sadar, kita
menyerahkan sesuatu milik kita dan kembali mengalami penjajahan dengan gaya
yang berbeda.
3.2 SARAN
Sebaiknya generasi penerus lebih
bisa menyaring segala bentuk jajahan yang bisa merusak bangsa ini. Salah satu
caranya yaitu apabila pemuda dan masyarakat luas merasa kurang dengan kinerja
petinggi negeri ini maka ikutilah cara sejarah yang sudah tercetak ampuh.
Dengan mengadakan kongres penolakan dan menunjukan kegiatan yang positif dari
kongres tersebut. Atau dengan cara negosiasi secara mufakat agar bangsa ini
tidak dikenal sebagai bangsa yang agresif.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org.
Sumpah Pemuda
file:///F:/softskill/Mohammad%20Tabrani%20Soerjowitjitro,%20Penggagas%20Kongres%20Sumpah%20Pemuda%20Pertama%20%20%20Berita%20Foto%20Video%20Sejarah.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar