HAK CIPTA
A.
Sejarah hak cipta
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan
terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara harafiah artinya "hak
salin").Copyright ini
diciptakan sejalan dengan penemuan mesin cetak. Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk membuat salinan dari
sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang hampir sama dengan proses
pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar para penerbitlah, bukan
para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak yang dapat
disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada
penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentangcopyright mulai diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute
of Anne di
Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan penerbit. Peraturan
tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang menjamin bahwa
penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut setelah transaksi
jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur masa
berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright,
yaitu selama 28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary
Works ("Konvensi Bern tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra"
atau "Konvensi Bern")
pada tahun 1886 adalah yang pertama kali mengatur
masalah copyright antara negara-negara berdaulat. Dalam
konvensi ini, copyright diberikan secara otomatis kepada karya
cipta, dan pengarang tidak harus mendaftarkan karyanya untuk mendapatkan copyright. Segera setelah
sebuah karya dicetak atau disimpan dalam satu media, si pengarang otomatis
mendapatkan hak eksklusif copyright terhadap karya tersebut dan juga
terhadap karya derivatifnya, hingga si pengarang secara eksplisit menyatakan
sebaliknya atau hingga masa berlaku copyright tersebut selesai.
Pada
tahun 1958, Perdana Menteri Djuanda menyatakan Indonesia keluar dari Konvensi Bern agar para intelektual Indonesia bisa
memanfaatkan hasil karya, cipta, dan karsa bangsa asing tanpa harus membayar
royalti.
Pada tahun 1982, Pemerintah
Indonesia mencabut
pengaturan tentang hak cipta berdasarkan Auteurswet
1912 Staatsblad Nomor 600
tahun 1912 dan menetapkan Undang-undang Nomor 6
Tahun 1982 tentang Hak Cipta, yang merupakan undang-undang hak cipta yang
pertama di Indonesia[1]. Undang-undang tersebut
kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987,
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997,
dan pada akhirnya dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 yang kini berlaku.
Perubahan
undang-undang tersebut juga tak lepas dari peran Indonesia dalam
pergaulan antarnegara. Pada tahun 1994,
pemerintah meratifikasi pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia (World
Trade Organization – WTO),
yang mencakup pula Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Propertyrights - TRIPs ("Persetujuan tentang Aspek-aspek
Dagang Hak Kekayaan Intelektual"). Ratifikasi tersebut diwujudkan dalam
bentuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Pada tahun 1997, pemerintah meratifikasi kembali Konvensi Bern melalui Keputusan Presiden Nomor 18
Tahun 1997 dan juga meratifikasi World
Intellectual Property Organization Copyrights Treaty ("Perjanjian Hak Cipta
WIPO") melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 19972.
B.
PENGERTIAN HAK CIPTA (PASAL 2 UU NO. 12 TAHUN 1997)
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pengertian pasal 1 UUHC 1997 ini, menunjukkan pengaruh dari para
penganut Natural right theory dalam memahami hak cipta. Rumusan
pengertian Hak Cipta dalam UUHC 1997 sendiri tidak secara jelas memberikan
pengertian mengenai dasar filosofi hukum dibalik perumusan pengertiannya.
Di dalam Natural right theory, terdapat dua pendekatan:
·
Pendekatan pertama memandang hak cipta didasarkan pada hasil usaha
(labor –dipengaruhi oleh para pengikut John Locke/Lockean) dan
kepribadian (personality –dipengaruhi oleh pengikut gagasan Hegel
tentang hak/Hegelian). Bisa disebut sebagai pendekatan usaha dan
kepribadian.
·
Pendekatan kedua adalah state policy, yaitu hak cipta sebagai suatu
kebijakan negara untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan (seperti
peningkatan kreativitas, perkembangan seni yang berguna, membangun pasar yang
tertata bagi buah pikir manusia, dll).
(WARWICK, SHELLY dalam “Is Copyright Ethical? An
Examination of the Theories, Laws, and Practices Regarding the Private
Ownership of Intellectual Work in the United States”. Proceedings of the
Fourth Annual Ethics and Technology Conference, Boston College, June 4-5 1999:
www.bc.edu/bc_org/avp/law/st_org/iptf/commentary/content/warwick.html)
Kedua pendekatan ini nampak secara jelas dalam rumusan UUHC
Indonesia, yaitu: Pendekatan state policy nampak pada perumusan konsiderans UU
(bagian “Menimbang” butir a. UU No. 12/1997). Sedangkan pendekatan usaha dan
kepribadian nampak dalam pemaknaan UU tentang arti “Pencipta” di atas.
Pengertian di atas menunjukkan penekanan perlindungan hak cipta
pada masalah “keaslian” atau originality. Ahli hukum lain ada pula yang
memberikan pengertian dengan didasarkan pada pengertian HAKI lalu ditekankan
pada karakteristik hak cipta sebagai hak khusus yang menciptakan ‘monopoli
terbatas’. (“Copyright is a bundle of property rights that produce/protect a
limited monopoly” dikutip oleh Shelly Warwick dari Ringer B.A. dan Gitlin P
(Copyrights. New York: Practicing Law Institute, 1965), Ibid.)
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT WIPO (sumber: “WIPO: About
Intellectual Property” http://www.wipo.org/about-ip/en/ )
Copyright and Related Rights: Copyright is a legal term describing
rights given to creators for their literary and artistic works (including
computer software). Related rights are granted to performing artists, producers
of sound recordings and broadcasting organizations in their radio and
television programmes.
Pengertian Hak Cipta menurut Black’s Law Dictionary:
One who produces by his own intellectual labor applied to the
materials of his composition, an arrangement or compilation new in itself….
PENGERTIAN HAK CIPTA MENURUT AUGUST (sumber: http://august1.com/lectures/ibl/lect-09/notes9.htm
)
Copyright: Rights in original intellectual creations in the
fields of art, literature, music or science that have been fixed in a tangible
medium of expression for the purpose of communication.
PENGERTIAN MENGENAI HAL LAIN DALAM PASAL 1 UU NO. 12 TAHUN
1997
Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, ketrampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
Pemegang Hak Cipta
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau orang yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau orang lain yang menerima lebih lanjut hak dari orang tersebut di atas.
Ciptaan
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Hasil setiap karya Pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Pembatasan Hak Cipta.
UUHC 1997
Pasal 2: hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut perundang-undangan yang berlaku.
Istilah “pembatasan-pembatasan” dalam pasal 2 ini, menunjuk pada
pengaturan hukum mengenai:
·
Tindakan yang tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
·
Penggunaan, pengambilan, perbanyakan, perubahan, dan pembuatan
salinan cadangan atas karya-karya cipta tertentu dengan syarat-syarat tertentu.
·
Pelaksanaan penerjemahan atas karya cipta tertentu.
·
Pelarangan pengumuman ciptaan yang melanggar hukum.
·
Pengumuman ciptaan untuk kepentingan nasional, tanpa izin
pencipta, dengan tetap memperhatikan kedudukan pemegang hak cipta.
·
Ijin atas pengumuman karya cipta potret seseorang.
Pengertian hak cipta di atas, memberikan kesan seakan-akan hak
cipta adalah persoalan pemilikan semata. Padalah hak cipta –menurut
–juga memiliki hubungan dengan masalah akses dan hakekat tujuannya
sebagai usaha untuk meningkatkan alur yang sehat (terbuka tapi terlindung oleh
hukum) akan informasi, ilmu pengetahuan, kebudayaan dan gagasan-gagasan lain
dalam kepentingan masyarakat (Jamie Wodetzki. “Copyright Issues for Special
Libraries” dalam Synergy in Sydney, 1995, h.197.). Menurut Wodetzki,
jika pemahaman akan tujuan-tujuan semacam ini hilang, maka hak cipta akan
kehilangan relevansi dan memiliki resiko kepunahan. Pendapat ini mengemukakan
juga bahwa hak cipta berhubungan pula dengan keseimbangan antara hak-hak
penghasil informasi dan hak-hak dari para pengguna informasi tersebut.
Pemahaman seperti yang dikemukakan pihak seperti Wodetzki di atas,
yang kemudian memberikan pembenaran mengapa justifiable compromise
menurut Hohfeld menjadi relevan. Sebab di balik pendapat mengenai keseimbangan
hak penghasil informasi dan hak pengguna informasi, terdapat penolakan atas
keyakinan natural right theory terhadap hak cipta. Wujud utama dari justifiable
compromise dalam hal ini adalah konsep fair use berupa pengutipan
atau pengalihan secara terbatas (limited) dan masuk akal (reasonable)
akan karya cipta tertentu untuk kepentingan non-komersial.
C. UNSUR-UNSUR UTAMA HAK CIPTA
1. "KEASLIAN karya cipta intelektual" yang menunjukan
telah diberikan kretifitas pencipta. Yang dilindungi adalah ide yang telah
berwujud dan asli.
·
Keaslian berhubungan erat dengan bentuk perwujudan suatu ciptaan
(Asli: adalah benar perwujudan karya pencipta; Berwujud: ide telah diturunkan
dalam bentuk tertentu). Jiplakan/plagiasi: peniruan atas suatu karya cipta lain
yang telah diwujudkan.
·
Karya
cipta memiliki hak cipta jika diwujudkan dalam bentuk
material tertentu.
Hak cipta merupakan hak khusus sehingga
perbanyakan/pengumuman karya cipta yang dilekati hak cipta perlu izin dari
pemegang hak cipta.
2. Karya-karya di bidang “ilmu
pengetahuan, seni dan sastra”, seperti:
·
Buku, program komputer, pamflet, susunan perwajahan karya tulis
yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;
·
Ceramah, kuliah,pidato dan ciptaan lainnya yang diwujudkan dengan
cara diucapkan;
·
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
·
Ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, termasuk
karawitan, dan rekaman suara;
·
Drama, tari (koreografi, pewayangan, pantomim);
·
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni
ukir, seni kaligrafi, seni terapan yang berupa seni kerajinan tangan;
·
Arsitektur;
·
Peta;
·
Seni batik;
·
Fotografi;
·
Sinematografi;
Baca: “Insan Film Kecewa Tidak Diajak Perumusan UU Hak Cipta” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6686
·
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya dari
hasil pengalihwujudan.
3. Karya telah “diwujudkan di dalam satu bentuk kesatuan yang
utuh” yang bisa diperbanyak.
4.
Tidak ada formalitas pendaftaran yang dibutuhkan untuk memperoleh perlindungan
Hak Cipta:
·
Tidak ada kewajiban penggunaan simbol © atau kata
“copyright”.
·
Tidak ada kewajiban mengungkapkan pemilih hak
cipta.
·
Tidak ada kewajiban bagi
negara untuk mendata kapan satu karya pertama kali dipublikasikan.
·
Hak cipta timbul dengan
sendirinya. Hak cipta exist pada saat seorang pencipta telah mewujudkan idenya
dalam suatu bentuk berwujud.
·
Suatu ciptaan tidak
memerlukan pengumuman untuk memperoleh hak cipta, sesuai dengan prinsip di
atas. Kecuali atas Susunan Perwajahan Karya Tulis (typhographical
arrangement), yang hak cipta-nya dimiliki oleh penerbit dimana dibutuhkan
penerbitan baru hak ciptanya hadir.
5. Hak cipta merupakan suatu hak yang diakui secara hukum dan
harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan. Membeli atau menyimpan
tidak sama dengan pengalihan hak cipta.
6. Hak cipta bukan hak mutlak. Tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut Undang-undang yang berlaku.
D. JANGKA WAKTU PERLINDUNGAN CIPTAAN
Jangka waktu:
·
Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa,
arsitektur, peta, seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup
Pencipta ditambah 50 tahun setelah Pencipta meninggal dunia.
·
Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database,
karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali
diumumkan.
·
Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang
diterbitkan, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
·
Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku
selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
·
Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh Negara berdasarkan :
·
Ketentuan Pasal 10 Ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
E. LINGKUP HAK CIPTA
Pemegang hak cipta hanya boleh membatasi penggunaan dari
karya tersebut sendiri. Tidak boleh membatasi orang lain untuk memanfaatkan
gagasan atau pengetahuan yang terdapat di dalam karya yang dilindungi hak
cipta.
F. HAK EKONOMI
Hak untuk menggunakan karya dalam rangka memperoleh manfaat
ekonomi (Pecuniary Rights), terdiri dari:
1. Hak
untuk memperbanyak (Right to reproduce).
2. hak
untuk mengumumkan (Right to distribute).
Ada doktrin “Exhaustion of Rights”: sekali sebuah karya
telah diumumkan kepada publik, hak untuk mengontrol pengumumannya berakhir.
3. Hak
untuk menampilkan (Right of performance).
Baca: “Sinetron Jiplakan, Artis Bisa Batalkan Kontrak Sepihak”
http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6443
·
hak eksploitasi (dapat dialihkan). Hak eksploitasi adalah hak
cipta atas ciptaan yang dilindungi dalam bentuk apapun perwujudannya.
·
hak moral (tidak dapat dialihkan). Hak moral adalah hak pencipta
untuk mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk
mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud merubah,
mengurangi, atau menambah keaslian ciptaannya (any mutilation or deformation
or other modification or other derogatory action), yang dapat meragukan
kehormatan dan reputasi pencipta (author’s honor or reputations).
1. Meliputi:
·
Hak
untuk keberatan terhadap distorsi, mutilasi, atau modifikasi atas karya cipta.
·
Hak
untuk diberi pengakuan sebagai pencipta.
·
Hak
untuk mengawasi akses publik terhadap karya cipta.
·
Hak
untuk memperbaiki atau merubah karya cipta.
2. Perjanjian TRIPs (The World Trade
Organization's Agreement on Trade- Related Aspects of Intellectual Property
Rights): mensyaratkan
negara anggota WTO untuk memenuhi ketentuan Konvensi Berne. Tetapi tidak mewajibkan
anggota WTO untuk memenuhi ketentuan Konvensi Berne mengenai pemberian hak
moral kepada pencipta.
G. PENGGUNAAN YANG TIDAK MENIMBULKAN
PELANGGARAN HAK CIPTA (SECARA UMUM)
·
Penggunaan
di dalam proses peradilan / administratif.
·
Penggunaan
kepentingan keselamatan umum. Misalnya: penggunaan potret sebagai alat
mempertahankan keamanan.
·
Penggunaan
bagi bahan peraga di sekolah.
·
Penggunaan
bagi tujuan pribadi murni, kecuali bagi program komputer.
Baca: “Karyawan Membajak, Perusahaan Kena Getahnya” http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=7453
·
Penggunaan
di dalam pengutipan singkat pada karya ilmiah.
·
Penggunaan
di dalam pengutipan yang luas dari pidato yang bernilai berita atau komentar
politik.
H. YANG TIDAK DAPAT DIDAFTARKAN
SEBAGAI CIPTAAN
·
Ciptaan di luar bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra;
·
Ciptaan yang tidak orisinil;
·
Ciptaan yang tidak diwujudkan dalam suatu bentuk yang nyata;
·
Ciptaan yang sudah merupakan milik umum;
·
Dan ketentuan yang di atas dalam Pasal UUHC.
Tidak ada Hak Cipta atas:
·
Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara.
·
Peraturan perundang-undangan.
·
Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah.
·
Putusan pengadilan atau penetapan hakim.
·
Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis.
I. PENCIPTA YANG MENDAPAT
PERLINDUNGAN DI INDONESIA
·
Warga Negara Indonesia dan badan hukum Indonesia.
·
Badan hukum asing yang diumumkan pertama kali di Indonesia.
·
Badan hukum asing dari negara yang mempunyai ikatan perjanjian di
bidang Hak Cipta dengan dengan Republik Indonesia, atau negaranya dan Republik
Indonesia merupakan pihak atau peserta dalam suatu perjanjian multilateral yang
sama mengenai perlindungan Hak Cipta.
J. HAK-HAK YANG BERKAITAN
DENGAN HAK CIPTA (BAB VA UU NO. 12 TENTANG HAK CIPTA)
Pelaku memiliki hak khusus
untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat,
memperbanyak dan menyiarkan rekaman suara dan atau gambar dari pertunjukannya.
Contoh: Karya pertunjukan Inul Daratista dengan ciri khas
goyang ‘ngebor’ merupakan hak yang berkaitan dengan Hak Cipta.
Karya pertunjukan musikal “Sri Panggung” karya Guruh
Sukarnoputra merupakan miliknya yang tidak dilindungi.
2.
Produser rekaman suara memiliki hak khusus untuk memberi ijin atau
melarang orang orang lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak karya rekaman
suara.
Contoh: Karya rekaman band The Beatles yaitu album yang berjudul
“Sgt. Pepper” hak ciptanya dipegang oleh perusahaan produser kaset label
tertentu.
- Lembaga penyiaran memiliki
hak khusus untuk memberi ijin atau melarang orang lain yang tanpa
persetujuannya membuat, memperbanyak dan menyiarkan ulang karya siarannya
melalaui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem
elektromagnetik lainnya.
Contoh: Stasiun televisi SCTV memiliki hak atas karya
program penyiaran “Liputan 6 pagi”, “Liputan 6 siang”, dan “Liputan 6 sore”.
Baca: “WIPO Pertimbangkan Hak Cipta untuk Lembaga Penyiaran Lewat
Internet” <http://www.hukumonline.com/artikel_detail.asp?id=6937>
k. Asosiasi Hak Cipta di Indonesia
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:[1]
·
KCI : Karya Cipta Indonesia
·
ASIRI : Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
·
ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak Indonesia
·
APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik Indonesia
·
ASIREFI : Asosiasi Rekaman Film Indonesia
·
PAPPRI : Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
·
IKAPI : Ikatan Penerbit Indonesia
·
MPA : Motion Picture Assosiation
·
BSA : Bussiness Software Assosiation
·
YRCI : Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia
L.
CONTOH KASUS
Judul : Microsoft Sempat Minta Google Blokir Wikipedia
KOMPAS.com - Untuk mengurangi konten pembajakan di internet, Microsoft
rutin meminta Google menghapus link halaman situs web yang tanpa izin
menampilkan dan mendistribusikan konten berhak cipta di mesin pencari Google.
Namun, Microsoft kadang membawa beberapa situs web pemegang hak cipta yang "tak berdosa" dalam daftar permohonan penghapusan link.
Pada Juli 2012 lalu, dalam upaya mencegah distribusi ilegal sistem operasi Windows 8 versi Beta, Microsoft mengirim daftar halaman web yang melanggar hak cipta, dan meminta link situs web tersebut dihapus dari mesin pencari Google. Tercatat, ada 65 situs web.
Sebagian besar situs web yang ada dalam daftar itu, memang situs yang melanggar hak cipta dan domain hosting torrent.
Namun, Microsoft juga memasukan link dari portal berita, blog yang punya kredibilitas, sampai situs web resmi pemerintah Amerika Serikat, yang tak ada hubungannya dengan distribusi ilegal Windows 8.
Situs web tersebut antara lain CNN, Wikipedia, Buzzfeed, BBC, The Huffington Post, TechCrunch, The Washington Post, Real Clear Politics, Rotten Tomatoes, AMC Theaters, dan berbagai situs milik pemerintah AS.
Masalah ini berasal dari sistem perangkat lunak Microsoft, yang secara otomatis menjaring link dari halaman situs resmi pemegang hak cipta. Bahkan, dalam pengajuan daftar sebelumnya, Microsoft pernah meminta Google menghapus link mesin pencari Bing miliki Microsoft sendiri, dan layananstreaming musik Spotify asal Swedia.
Beberapa situs web besar macam CNN dan BBC tidak terpengaruh oleh klaim ini. Namun, sejumlah situs web yang skalanya lebih kecil seperti AMC Theatres dan Real Clear Politics, sempat tidak bisa diakses dari mesin pencari Google untuk beberapa waktu.
Namun, Microsoft kadang membawa beberapa situs web pemegang hak cipta yang "tak berdosa" dalam daftar permohonan penghapusan link.
Pada Juli 2012 lalu, dalam upaya mencegah distribusi ilegal sistem operasi Windows 8 versi Beta, Microsoft mengirim daftar halaman web yang melanggar hak cipta, dan meminta link situs web tersebut dihapus dari mesin pencari Google. Tercatat, ada 65 situs web.
Sebagian besar situs web yang ada dalam daftar itu, memang situs yang melanggar hak cipta dan domain hosting torrent.
Namun, Microsoft juga memasukan link dari portal berita, blog yang punya kredibilitas, sampai situs web resmi pemerintah Amerika Serikat, yang tak ada hubungannya dengan distribusi ilegal Windows 8.
Situs web tersebut antara lain CNN, Wikipedia, Buzzfeed, BBC, The Huffington Post, TechCrunch, The Washington Post, Real Clear Politics, Rotten Tomatoes, AMC Theaters, dan berbagai situs milik pemerintah AS.
Masalah ini berasal dari sistem perangkat lunak Microsoft, yang secara otomatis menjaring link dari halaman situs resmi pemegang hak cipta. Bahkan, dalam pengajuan daftar sebelumnya, Microsoft pernah meminta Google menghapus link mesin pencari Bing miliki Microsoft sendiri, dan layananstreaming musik Spotify asal Swedia.
Beberapa situs web besar macam CNN dan BBC tidak terpengaruh oleh klaim ini. Namun, sejumlah situs web yang skalanya lebih kecil seperti AMC Theatres dan Real Clear Politics, sempat tidak bisa diakses dari mesin pencari Google untuk beberapa waktu.
Judul : Merokok Adalah Hak Asasi Manusia
Bicara soal hak asasi manusia
dengan melarang manusia merokok merupakan bentuk pelanggararan hak asasi itu
sendiri. Merokok adalah hak asasi manusia dan tidak ada seorang pun yang berhak
melarangnya, apalagi bila hingga memotong gaji hanya karena merokok. Hak asasi
untuk hidup sehat bebas dari asap rokok juga bukan berarti kemudian melaranggar
hak asasi perokok dengan "menyingkirkan" mereka seperti "virus
dan pesakitan". Jelas menjadi bukti bentuk perilaku yang melanggar
keadilan dan tidak berlakunya sistem demokrasi karena perokok sudah dijadikan
objek oleh yang berpandangan subjektif. Keseimbangan pemikiran objektif dengan
menyertakan semua sudut pandang dan kemungkinan yang ada tidak diindahkan.
Begitu juga dengan kewajiban asasi manusia yang membuat adil itu benar adil
sehingga keadilan benar berlaku dam diterapkan.
Setiap kali kawan dan rekan saya yang berasal dari luar negeri
datang berkungjung, saya selalu semangat untuk berkata kepada mereka dan
bercerita tentang kebebasan di Indonesia. Indonesia adalah negara yang benar
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mendukung kemerdekaan bagi setiap
pribadinya dalam hal hak asasi manusia. Berbeda dengan di Singapura dan Amerika
terutama, yang seolah benar mendukung hak asasi manusia dan sangat demokratis,
tetapi untuk merokok saja susah sekali. Terlalu banyak alasan dan peraturan
yang dibuat sehingga tidak ada lagi yang namanya kemerdekaan, kebebasan,
apalagi demokrasi. Oleh karena semua itu tidak mampu diterapkan di negara
mereka sendiri, maka mereka jadi "rajin menyerang" negara lain untuk
menutupi yang sebenanrnya, termasuk Indonesia. Sementara bila dilihat fakta dan
kenyataannya, Indonesia sudah lebih mampu menerapkan hak asasi, berlaku adil,
dan menerapkan demokrasi lebih baik daripada yang lain.
Itu dulu, sekarang masa sudah berganti dan situasi berubah.
Tidak bisa lagi saya mengatakan hal yang sama. Apa yang dilakukan di kedua
negara itu dilakukan juga di Indonesia, terutama di Jakarta. Alasan yang
digunakan juga sama, tidak ada variasi pemikiran yang lebih matang dan jelas.
Menjadi bukti baru bagi saya, betapa Indonesia sudah kehilangan
ke-Indonesiaannya dan menjadi sama dengan negara-negara itu. Mungkin bagi
sebagian, hal ini bisa dianggap sebagai kemajuan yang modern namun bagi saya,
ini adalah bukti dari sebuah kemunduran, primordialisme, dan sama sekali jauh
dari kata modern karena pemikiran yang tertinggal dan primitif. Apa yang bisa
dibanggakan bila negara ini terus menerus meniru dan "dijajah" oleh
doktrin serta pemikiran yang menguasai sehingga terus dikuasai?!
Saya masih ingat ketika sosialisasi program anti rokok di mal
dilakukan, beriringan dengan sosialisasi pemeriksaan emisi kendaraan bermotor.
Jika dipikirkan, kemungkinan seseorang terkena penyakit jantung, paru-paru, dan
lain sebagainya karena polusi udara akibat asap kendaraan bermotor, jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan asap rokok. Menurut salah satu penelitian, asap
kendaraan bermotor yang mengandung zat dan racun berbahaya berpotensi
mempengaruhi kesehatan hingga 95 persen. Sementara asap rokok? Tidak lebih dari
1 persen saja. Namun, mengapa asap rokok lebih diprioritaskan? Padahal, asap
kendaraan ini bukan hanya berpengaruh pada perokok saja dan orang yang
menghisap asap rokok saja tetapi semua!
Bila kita bicara soal teori konspirasi, selalu ada kemungkinan
hal ini dapat terjadi karena tidak ada desakan yang hebat dari negara luar soal
asap kendaraan bermotor ini. Amerika sendiri yang sudah harus berhadapan dengan
hujan asam akibat polusi udara industrinya, begitu juga dengan China, hingga
saat ini tidak bisa menghentikan percepatan pertumbuhan industri dan kendaraan
bermotor. Mana mungkin juga bisa dihentikan bila industri merupakan jalan utama
mendapatkan penghasilan?! Lantas, bagaimana kemudian menutupi masalah besar
ini? Apalagi kalau tidak dengan membesar-besarkan hal yang kecil dan remeh? Di
era pembodohan dan kebodohan dengan jumlah audience people yang sedemikian
besarnya, sangatlah mudah untuk mempengaruhi dan digiring. Cukup kerjasama dengan
promosi yang gila-gilaan, orang akan mudah sekali dibuat yakin dan percaya.
Ditambah lagi dengan banyaknya problema politik dan ekonomi, kemampuan dan
keinginan untuk berpikir lebih lanjut dan mendalam juga berkurang. Apa yang
sulit?!
Hak asasi manusia yang terus digembar-gemborkan juga sama sekali
tidak menyentuh soal kewajiban asasi manusia. Sementara pembicaraan hak asasi
manusia selalu dititikberatkan pada perilaku adil dan keadilan. Bagaimana bisa
adil bila selalu menuntut hak sementara kewajiban tidak pernah disentuh? Ini
baru yang paling mendasar saja, belum lagi menyangkut soal prioritas dan
masalah-masalah yang berkaitan dengan prioritas itu sendiri. Jika memang benar
isu kesehatan akibat asap itu menjadi prioritas, lantas mengapa asap rokok yang
dibesar-besarkan dan menjadi prioritas? Hak asasi perokok kenapa diabaikan?
Suka tidak suka sifatnya relatif. Jika saya tidak suka dengan karyawan saya
yang menonton sinetron karena sudah merusak bukan hanya fisik tetapi lenih
parah lagi, yaitu pemikiran dan menghancurkan masa depan lewat pembodohan dan
kebodohan, lantas apakah saya berhak melarang, mendenda, dan memotong gaji
mereka yang melakukannya?!
Sungguh menyedihkan sekali Indonesia ini, ya! Mau-maunya terus
menjadi bodoh dan dibodohi, terjajah dan dijajah. Asyik saja berusaha keras
menjadi bangsa lain dan mengubah identitas kejatian diri. Tertipu dan ditipu
oleh gempuran strategi hak asasi manusia tanpa pernah mau belajar dari sejarah
maupun melihat diri sendiri yang sesungguhnya. Rokok bukan hal yang baru bagi
budaya Indonesia dan bukan hanya sebuah industri bila mau melihatnya dari sudut
pandang yang lain. Rokok kretek merupakan salah satu identitas budaya bangsa
yang seharusnya diakui dan bisa dibanggakan. Tidak kalah dengan cerutu
Kuba dan cerutu-cerutu dari negeri lain, kok! Mengapa tidak ada yang mau
menjadikan itu sebagai identitas bangsa ini?!
Asap rokok memang bisa dianggap berbahaya tetapi banyak yang
lebih berbahaya dari asap rokok. Seorang pemimpin yang baik dan benar mampu
memimpin tentunya tidak akam meneruskan semua kebodohan, pembodohan, serta
penjajahan bentuk baru ini. Tidak akan juga mendukung segala bentuk beserta
alasan-alasanya karena mampu memiliki identitas sendiri dan memiliki pandangan
jauh ke depan. Tidak juga menjadi tiran dan hegemon yang berlindung di balik
kata demokrasi dan keadilan, tetapi benar mampu menjadi adil dan menegakkan
keadilan. Prioritas adalah utama, apa sebetulnya harus diprioritaskan dan
menjadi tujuan?! Merokok dilarang tapi kalau menghisap cerutu itu lebih
bergengsi, ya?! Hebat betul!!!
Semua orang berhak untuk merokok sama besarnya seperti juga
berhak untuk mendapatkan hidup sehat. Semua orang berkewajiban untuk saling
menghormati dan berlaku adil tanpa kecuali. Tidak ada ekslusifitas ataupun
"penyingkiran" yang adil dan tidak ada kemerdekaan bila selalu ada
pemaksaan. Segala sesuatunya memiliki banyak sisi yang dapat dilihat dan
keseimbangan baru tercapai bila mampu berpikiran objektif dan tidak hanya
memprioritaskam sebuah kepentingan, tetapi mencakup semua kepentingan terkait
dan menyeluruh. Indonesia adalah surga, Indonesia adalah tempat di mana
kemerdekaan itu benar ada, bila Indonesia mampu bangga menjadi Indonesia. Bukan
seperti Amerika atau negara lain manapun di muka bumi ini. Berhentilah meniru! Buktikan
Indonesia mampu! Merokok adalah hak asasi manusia, kok!!!
SUMBER
smayoskrw.files.wordpress.com/.../pengantar-hak-cipta.doc
http://www.kompas.com/read/xml/2013/04/01/00173025/Merokok.Adalah.Hak.Asasi.Manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar